Sabtu, 06 Februari 2010

makalah hakikat peserta didik

HAKIKAT PESERTA DIDIK
A. Pengertian Peserta Didik
Menurut Toto Suharto (2006: 123) peserta didik adalah makhluk Allah yang terdiri dari aspek jasmani dan rohani yang belum tercaapi taraf kematangan, baik fisik, mental, intelektual, maupun psikologinya. Oleh karena itu, ia senantiasa memerlukan bantuan, bimbingan dan arahan pendidik agar dapat mengembangkan potensinya secara optimal dan membimbingnya menuju kedewasaan. Potensi dasar yang dimiliki peserta didik, kiranya tidak akan berkembang secara maksimal tanpa melalui proses pendidikan.
Adapun peserta didik dalam pendidikan islam menurut Hery Noer Aly (1999: 113) ialah setiap manusia yang sepanjang hayatnya selalu berada dalam perkembangan. Jadi, bukan hanya ank-anak yang sedang dalam pengasuhan dan pengasihan orangtuanya, bukan pula anak-anak dalam usia sekolah.
Samsul Nizar dalam “Filsafat Pendidikan Islsm: Pendekatan Historis, Teoritis dan Praktis” menyebutkan beberapa deskripsi mengenai hakikat peserta sebagai berikut.
a. Peserta didik bukan miniatur orang dewasa, tetapi ia memiliki dunianya sendiri. Hal ini perlu dipahami, agar perlakuan terhadap mereka dalam proses pendidikan tidak disamakan dengan pendidikan orang dewasa
b. Peserta didik adalah manusia yang memiliki perbedaan dalam tahap-tahap perkembangan dan pertumbuhannya. Pemahaman ini perlu diketahui agar aktivitas pendidikan islam dapat disesuaikan dengan tingkat pertumbuhan dan perkembangan yang umumnya dialami peserta didik
c. Peserta didik adalah manusia yang memiliki kebutuhan yang harus dipenuhi baik yang menyangkut kebutuhan jasmani atau rohani
d. Peserta didik adalah makhluk Allah yang memiliki berbagai perbedaan individual (individual differentiations) baik yang disebabkan karena faktor bawaan maupun lingkungan tempat ia tinggal
e. Peserta didik merupakan makhluk yang terdiri dari dua unsur utama: jasmani dan ruhaniah. Unsur jasmani berkaitan dengan daya fisik yang dapat dkembangkan melalui proses pembiasaan dan latihan, sementara unsur ruhani berkaitan dengan daya akal dan daya rasa
f. Peserta didik adalah makhluk Allah yang telah dibekali berbagai potensi (fitrah) yang perlu dikembangkan secara terpadu (Toto Suharto. 2006: 124-125).
Berasarkan beberapa pendapat diatas, peserta didik dapat dikatakan sebagai orang yang belum dewasa dan memiliki sejumlah potensi (kemampuan) dasar yang masih perlu dikembangkan. Secara garis besar peserta didik menurut Abu Ahmadi dan Nur Uhbiyati (2001: 40) memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
• Kelemahan dan ketakberdayaan
• Berkemauan keras untuk berkembang
• Ingin menjadi diri sendiri (memperoleh kekuatan)

B. Jenis Peserta Didik
1. Menurut tahap perkembangan dan umur
0 – 7 tahun = masa kanak-kanak
7 – 14 tahun = masa sekolah
14 – 21 tahun = puberitas

Masa akhir usia 12 tahun para pendidik harus tanggap bahwa peserta didik mulai ada tanda-tanda perubahan tubuh khususnya wanita yang diikuti dengan perubahan rohaninya karena permulaan puber pertama. Sedangkan masa puberitas yang sesungguhnya memasuki usia 14 – 21 tahun, hal ini dapat dikatagorikan menjadi:
 Masa pra pubertas : wanita 12 – 13 tahun
: laki-laki 13 – 14 tahun
 Masa pebertas : wanita 13 – 18 tahun
: laki-laki 14 – 18 tahun
 Masa adolesen : wanita 18 – 21 tahun
: laki-laki 19 – 23 tahun (Abu Ahmadi dan Nur Uhbiyati. 2001: 42-43).
Ketiga masa ini termasuk masa pubertas, masa ini pendidik harus tanggap daalm hal melaksanakan pendidikan, khususnya tentang:
• Penemuan sifat-sifat khusus yang ada pada dirinya
• Biasanya terjadi sifat pertentangan, sebab belum ada keseimbangan emosi
• Masa ini adalah masa transisi dari masa kanak-kanak atau masa sekolah menjadi masa dewasa
• Masa ini masa penuh pengalaman
• Masa yang dikuasai perasaan yang lebih dominan dengan pengalaman ini membentuk kepribadian dimamsa mendatang
• Masa dimana peserta didik harus diberi penjelasan masalah pendidikan sex yang sehat (Abu Ahmadi dan Nur Uhbiyati. 2001: 43-44).
Ada lagi suatu pandangan bahwa peserta didik itu mengalami suatu tingkatan didalam proses kehidupan seseorang melalui:
• Tingkat bayi sebagian besar waktu untuk makan minum dan tidur
• Tingkat kanak-kanak aktivitasnya bermain
• Tingkat anak aktivitasnya dengan sosialisasi diluar keluarga
• Tingkat pemuda pertumbuhan dan perkembangan menuju kearah kesempurnaan
• Tingkat dewasa segala aktivitasnya sudah harus dapat dipertanggung jawabkan (Abu Ahmadi dan Nur Uhbiyati. 2001: 44).
2. Menurut status dan tingkat kemampuan
Sebagaimana kita ketahui bersama bahwa menurut penggolongan berdasarkan IQ atau kecerdasan, kemampuan peserta didik dapat dibedakan menjadi tiga kelompok besar yaitu:
 Peserta didik super normal
 Peserta didik normal
 Peserta didik sub normal (Abu Ahmadi dan Nur Uhbiyati. 2001: 45).
Prof. Arch O Heck daalm buku “The Education of Exceptional Children” ditindaskan bahwa anak luar biasa dapat dibagi menjadi:
(1) Berkelainan sosial
 Anak nakal/ delinquent
 Anak yang menyendiri/ menjauhkan diri dari masyarakat
(2) Berkelainan jasmaniah
 Anak timpang
 Anak berkelainan penglihatan
 Anak berkelainan pendengaran
 Anak berkelainan bicara
 Anak kerdil
(3) Berkelainan mental
 Tingkat kecerdasan rendah
 Tingkat kecerdasan tinggi (Abu Ahmadi dan Nur Uhbiyati. 2001: 46).
Bagi pendidik apapun status dan tingkat kemampuan peserta didik menurut klasifikasi diatas didalam mengadakan interaksi pendidikan tetap harus memperhatikan manusianya. Sebab ia adalah mempunyai aku/ pribadi yang tetap harus diperhatikan . hal ini kuat dan jelas secara yuridis yang tertuang didalam UUD 1945 pasal 31 (Abu Ahmadi dan Nur Uhbiyati. 2001: 46).

C. Adab Peserta Didik
Prof. Dr. Athiyah Al-Abrasy mengemukakan seoarang siswa yang sedang belajar wajib memperhatikan ketentuan-ketentuan sebagai berikut:
1) Sebelum memulai belajar, siswa itu harus terlebih dahulu membersihkan hatinya dari segala sifat yang buruk, karena belajar itu dianggap sebagai ibadah. Ibadah tidak syah kecuali dengan hati yang suci, berhias dengan moral yang baik seperti berkata benar, ikhlas, taqwa, rendah hati, zuhud, menerima apa yang ditentukan tuhan serta menjauhi sifat-sifat yang buruk, seperti dengki, iri, benci, sombong, menipu, tinggi hati dan angkuh
2) Dengan belajar itu ia bermaksud hendak mengisi jiwanya dengan fadhilah, mendekatkan diri kepada Allah, bukanlakh dengan maksud menonjolkan diri, berbangga dan gagah-gagahan
3) Bersedia mencari ilmu, termasuk meninggalkan keluarga dan tanah aiar, dengan tidak ragu-ragu bepergian ketempat-tempat yang paling jauh sekalipun bila dikehendaki untuk mendatangi guru
4) Hendaklah ia menghormati guru dan memuliakannya serta mengagungkannya karena Allah dan berdaya upaya pula menyenangkan hati guru dengan cara yang baik
5) Jangan terlalu sering menukar guru, tetapi haruslah ia berfikir panjang dulu sebelum bertindak hendak mengganti guru
6) Jangan merepotkan guru dengan banyak pertanyaan, janganlah meletihkan dia untuk menjawab pertanyaan, jangan berjalan dihadapannya, jangan duduk ditempat didiknya dan jangan mulai bicara, kecuali setelah mendapat izin dari guru
7) Jangan membuka rahasia guru, jangan pula seseorangpun meniru guru, jangan pula meminta kepada guru membukakan rahasia, terima pernyataan maaf dari guru bila selip lidahnya
8) Bersungguh-sungguh dan tekun belajar, bertanggang siang dan maalm untuk memperoleh pengetahuan, dengan terlebih dahulu mencari ilmu yang lebih penting
9) Jiwa saling mencintai dan persaudaraan haruslah menyinari pergaulan antara siswa sehingga merupakan anak-anak yang sebapak
10) Siswa harus terlebih dahulu memberi salam kepada gurunya mengurangi percakapan dihadapan guru, jangan mengatakan kepada guru “si anu bilang begini lain dari yang bapak katakan”, dan jangan pula ditanya tentang guru siapa teman duduknya
11) Hendaklah siswa tekun belajar, mengurangi pelajarannya diwaktu senja dan menjelang subuh. Waktu antara isya dan malam sahur itu adalah waktu yang penuh berkah
12) Bertekad untuk belajar hingga akhir umur, jangan meremehkan suatu cabang ilmu, tetapi hendaklah menganggap semua ilmu ada faedahnya, jangan meniru-niru apa yang didengarnya dan orang-orang yang terdahulu yang mengeritik dan merendahkan sebagian ilmu seperti ilmu mantiq dan ilmu filsafat (Nur Uhbiyati. 1998: 108-110).
Sedangkan menurut Asma Hasan Fahmi, peserta didik sekurang-kurangnya harus memerhatikan empat hal berikut:
a) Seorang pesrta didik harus membersihkan hatinya dari kotoran dan penyakit jiwa sebelum melakukan proses belajar, karena belajar dalam islam merupakan ibadah yang menuntut adanya kebersihan hati
b) Peserta didik harus menanamkan dalam dirinya bahwa tujuan menuntut ilmu adalah meraih keutamaan akhlak, mendekatkan diri kepada Allah, bukan untuk bermegah-megahan atau bahkan mencari kedudukan
c) Seorang peserta didik harus memiliki ketabahan dan kesabaran dalam mencari ilmu, dan bila perlu melakukan perjalanan merantau untuk mencari guru, atau apa yang disebut rihlah ‘ilamiyyah
d) Seorang peserta didik wajib menghormati gurunya dan berusaha semaksimal mungkin meraih kerelaannya dengan berbagai macam cara yang terpuji (Toto Suharto. 2006: 127-128).
Syekh Az-Zarnuji dalam kitab “Ta’lim Muta’allim” menerangkan beberapa sifat dan tugas penuntut ilmu:
1) Tawadu’ sifat sederhana, tidak sombong tidak pula rendah diri
2) Iffah, sifat yang menunjukkan rasa harga diri yang menyebabkan seseorang terhindar dari perbuatan/ tingkah laku yang tidak patut
3) Tabah (sabar), tahan dalam menghadapi kesulitan pelajaran dari guru
4) Sabar, tahan terhadap godaan nafsu, rendah keinginan-keinginan akan kelezatan dan terhadap godaan-godaan yang berat
5) Cinta ilmu dan hormat kepada guru dan keluarganya, dengan demikian ilmu itu akan bermanfaat
6) Sayang kepada kitab, menyimpan dengan baik, tidak membubuhi catatan supaya tidak kotor atau menggosok tulisan sehingga menjadi kabur
7) Hormat kepada semua penuntut ilmu dan tamalluk kepada guru dan kawan untuk mengadap ilmu dari mereka
8) Bersungguh-sungguh belajar dengan memanfaatkan waktu sebaik-baiknya (bangun ditengah malam) tetapi tidak memaksakan diri sampai menjadi lemah
9) Teguh pendirian dan ulet dalam menuntut ilmu dan mengulangi pelajaran
10) Wara’, ialah sifat menahan diri dari perbuatan atau tingkah laku yang terlarang
11) Tawakkal, maksudnya menyerahkan kepada tuhan segala perkara. Bertawakkal adalah akhir dari proses kegiatan dan ikhtiar seseorang muslim untuk mengatasi urusannya (Nur Uhbiyati. 1998: 110).
Dengan mengikuti apa-apa yang telah ditentukan oleh para ahli dalam bidang pendidikan diatas, maka seorang peserta didik akan mendapatkan hasil yang diinginkan atau hasil yang memuaskan. Dengan demikian, sebisa mungkin kita menuntut peserta didik untuk mengaplikasikan apa-apa yang menjadi kewajiban atau tugasnya sebagai seorang pesrta didik.

D. Batas Pendidikan
a) Batas Awal Pendidikan
Prof. M. Athiyah Al-Abrasy, menceritakan didalam bukunya “Dasar-dasar Pokok Pendidikan Islam” bahwa pendidikan anak itu dimulai setelah berumur 5 tahun. Urutan-urutan ilmu yang diberikan adalah membaca Al-Qur’an, mempelajari syair, sejarah nenek monyang dan kaumnya, mengendarai kuda dan menggunakan senjata (Nur Uhbiati. 1998: 96-97).
Menurut Al-Abdari, anak dimulai dididik dalam arti sesungguhnya setelah berusia 7 tahun, karena itu beliau mengeritik orang tua yang menyekolahkan anaknya pada usia yang masih terlalu muda, yaitu sebelum usia 7 tahun (Nur Uhbiati. 1998: 97).
Dari uraian tersebut, dapat disimpulkan bahwa belum ada kesepakatan para ahli didik islam tentang kapan anak mulai dididik, namun jika diterapkan dalam praktek pendidikan, maka dapat dijelaskan sebagai berikut, yaitu untuk memasuki pendidikan prasekolah sebaiknya setelah anak berumur 5 tahun, sedangkan untuk memasuki pendidikan dasar, maka sebaiknya setelah anak berumur 7 tahun (Hamdani Ihsan dan Fuad Ihsan. 2001: 125).
Terlepas dari beberapa pendapat diatas, dan berdasarkan pada hadits Nabi Muhammad SAW.: “belajarlah (carilah ilmu) sejak engkau dalam buaian (ayunan) sampai keliang lahat”. Berdasarkan kepada hadits tersebut, pendidikan dapat dimulai ketika masih dalam ayunan atau balita, karena ketika pada waktu itu, seorang anak akan mudahuntuk memahami dan mengerti apa yang disampaikan, selain itu apa yang telah diperolehnya susah untuk dilupakan.

b) Batas Akhir Pendidikan
M. Munir Mursa mengatakan bahwa pendidika islam tidak terbatas pada suatu metode atau jenjang tertentu, tetapi berlangsung sepanjang hayat ia merupakan pendidik dari buaian hingga liang lahat, selalu memperbaiki diri, serta terus-menerus mengembangkan kepribadian dan memperkaya kemanusiaan, dengan perkataan lain ia senantiasa membimbingmanusia untuk maju (Hery Noer Aly. 1999: 137).
Berdasarkan kepada tujuan pendidikan islam yaitu membentuuk kepribadian muslim. Mengingat untuk mewujudkan kepribadian muslim itu sangat sulit, disamping itu sesudah terwujudnya kepribadian muslim, diperlukan kestabilan kepribadian muslim tersebut diatas dan mengingat pula sabda Rasulullah SAW. Maka batas terakhir pendidikan yaitu sampai akhir hayat (Nur Uhbiati. 1998: 100). Dengan demikian, pendidikan tidak hanya terbatas pada usia muda, tetapi dapat dilakukan sepanjang masa selama hayat masih dikandung badan.

DAFTAR PUSTAKA

Ahmadi, Abu dan Uhbiyati, Nur. 2001. Ilmu Pendidikan. Jakarat: PT Rineka Cipta.

Aly, Hery Noer. 1999. Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta: Logos.

Ihsan, Hamdani dan Ihsan, Fuad. 2001. Filsafat Pendidikan Islam. Bandung: CV Pustaka Setia.

Suharto, Toto. 2006. Fissafat Pendidikan Islam. Jogjakarta: Ar-Ruzz.

Uhbiyati, Nur. 1998. Ilmu Pendidikan Islam. Bandung: CV Pustaka Setia.

1 komentar: