Sabtu, 06 Februari 2010

tepun tawar sui bundung

TRADISI TEPUNG TAWAR DI DESA SUNGAI BUNDUNG
A. Nama Tradisi:
Tepung tawar di desa Sungai Bundung
B. Sejarah Tradisi:
Dikalangan masyarakat islam di desa Sungai Bundung, melaksanakan upacara tepung tawar merupakan tradisi yang sudah lama dikenal sejak trun temurun tradisi ini masih bertahan sampai sekarang. Sejarah kapan munculnya tradisi tepung tawar tidak ada catatan atau sumber tertulis yang memuatnya. Namun yang pasti tradisi ini sudah sangat akrab dikalangan masyarakat desa sungai bundung. Pada zaman nabi istilah tepung tawar ini dikenal juga dengan istilah aqiqah. Karena tujuan aqiqah itupun untuk memeberikan nama seorang anak atau memotong rambutnya. Oleh sebab itu pelaksanaan tepungb tawar termasuk mengikuti perintah nabi dan bercampur dengan adat istiadat khususnya adat melayu yang dikenal dengan istilah tepung tawar.
C. Waktu Pelaksanaan:
Acara tepung tawar ini biasanya dilaksanakan pada usia 7,14,21,40 kelahiran bayi. Biasanya dimulai pada pukul 08.00 wiba. Tempat pelaksanaannya acara tepung tawar ini di rumah. Acara tepung tawar ini biasanya didalamnya ada acara serakalan, pemberian nama dan pemotongan rambut.
D. Pelaku:
Para undangan dari sanak keluarga, tetangga, tokoh agama dan tokoh masyarakat.
E. Bahan atau alat yang digunakan:
1. Tepung beras putih ( kasai ): maknanya niat suci untuk mendapat anak telah tercapai.
2. Air tolak bala : maknanya agar terhindar dari bala bencana.
3. Daun ribu-ribu: maknanya agar setelah melahirkan rumah tangga tetap kokoh.
4. Daun imbali(moli): maknanya yang luka akibat melahirkan kembali sembuh seperti sedia kala.
5. Daun enjuang(nyuang): maknanya symbol perjuangan maksud tersirat didalamnya adalah bahwa hidup ini penuh perjuangan.
F. Tata cara pelaksanaan:
Pelaksanaan acara tepung tawar ini biasanya dimulai dengan serakalan, pemberian nama dan pemotongan rambut. Kemudian dilanjutkan denggan acara bepapas. Dalam acara bepapas ini, pertama: digunakan tepung beras (kasai), langger dan dicampur dengan air tolak bala. Kemudian dimasukkan kedalam tempurung kelapa.
Kedua: daun enjuang (nyuang), daun imbali (moli) dan daun ribu diikat menjadi satu sebagai alat pemapas. Kemudian daun-daun tadi dicelupkan kedalam tempurung yang berisi tepung beras (kasai), langger dan air tolak bala.
Posisi ibu dalam keadaan duduk dan kakinya diluruskan kedepan, dan ibu dalam keadaan memangku anaknya. Kemudian ibu dipapas’e, dimulai dari kening, bahu kanan dan kiri, telapak tangan kanan dan kiri, lutut kanan dan kiri, dan kaki kanan dan kiri.


Sumber:
1. Siti Hajar (ibu rumah tangga)
2. Jumhur Huda,S.pdi (tokoh agama)

makalah tafsir al-imran, an-nisa dan al-an'am

PENGKAJIAN KATA AUHA (WAHYU) DALAM AL-QUR’AN
(dalam surat Al-Imran, An-Nisa dan Al-An’am)
Oleh:

A. Pendahuluan
Al-Qur’anul karim sebagai kitab terakhir yang diturunkan oleh Allah swt kepada nabi Muhammad s.a.w. Merupakan suatu kitab yang mengandung banyak kelebihan, jika dibandingkan dengan kitab-kitab terdahulu. Selain sebagai mukjizat terbesar bagi Rasulullah s.a.w. Al-qur’anul karim juga merupakan sebagai pelengkap atau penyempurnaan dari kikab-kitab yang terdahulu. Kitab yang mencakup seluruh aspek ini sudah sepatutnya untuk dikaji dan diperdalami maksud dan tujuannya selain diamalkan. Banyak kata-kata yang digunakan oleh al-qur’an yang mempunyai arti yang cukup luas jika kita mau untuk mengkajinya, salah satu kata yang memiliki pengertian yang cukup luas terse4but adalah kata Auha (wahyu).
Kata yangt sudah tidak asing lagi didengar oleh telinga ini (Auha/wahyu), ternyata memepunyai arti yang cukup luas, banyak orang yang tidak mengetahui makna yamg terkandung pada kata Auha (wahyu) tersebut. Hal tersebut dikarenakan orang-orang tersebut tidak mau mengkaji dari isi Al¬qur’an itu sendiri, untuk lebih jelasnya dapat dilihat dari beberapa uraian berikut.

B. Pengertian Auha (Wahyu)
Wahyu, makna aslinya adalah isyarat yang cepat atau bisikan yang halus. Dalam istilah syara’wahyu berarti firman (petunjuk) Allah yang disampaikan kepada “Anbiya” (Para Nabi) dan “Aulia” (Para Wali, yaitu hamba Allah yang tulus yang tidak diangkat sebagai nabi)1.
Adapun menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), kata wahyu mempunyai pengertian sebagai petunjuk dari Allah yang diturunkan hanya kepada Nabi dan Rasul melalui mimpi dan sebagainya2.
Sedangkan menurut Quraish Shihab berdasarkan kepada surah An-nisa’ ayat 163, Wahyu dari segi bahasa adalah isyarat yang cepat guna menyampaikan informasi3.Yang dimaksud disini adalah Informasi Allah kepada manusia pilihannya, menyangkut ajaran agama atau semacamnya. Wahyu yang diterima oleh para Nabi dan Rasul tertancapa kedalam jiwa mereka, sehingga mereka sepenuhnya yakin bahwa informasi itu benar-benar bersumber dari Allah swt.
Dari beberapa konsep diatas, tentang pengertian wahyu merupakan informasi berupa petunjuk yang diberikan oleh Allah kepada orang-orang pilihannya. Jadi tidak semua orang diberikan wahyu dan juga tidak semua orang dapat menerima wahyu tersebut.
Kata wahyu yang identik digunakan hanya kepada peristiwa katika Nabi Muhammad s.a.w. Diangkatnya menjadi Rasul, ternyata memiliki pengertian yang tidak sempit, kata ini tidak hanya dikhususkan kepada Rasulullah s.a.w. Tetapi juga kepada hamba-hamba yang dianggap pantas oleh Allah swt untuk mendapatkannya. Dengan demikian, kata wahyu memilki pengertian yang cukup luas, baik yang dijelaskan oleh para ulama dengan logika maupun penjelasan ulama berdasarkan pada ayat-ayat didalam Al-Qur’an yang mengandung kata Auha (wahyu) tersebut.

C. Kata Auha (wahyu) didalam Al-Qur’an
Dalam Al-Qur’an terdapat 15 kata Auha4, bentuk kata yang berasal dari akar kata wahyu, yaitu Auha, auhaitu, auhaina, nuhi, nuhihi, nuhiha, layuhuna, yuhi, fayuhiana, uhiya, yuha, yuha, wahyun/in/an, wahyina, wahyuhu. Kata-kata tersebut tercantum dalam beberapa ayat didalam Al-Qur’an, diantaranya terdapat pada Qs.3:44, Qs.4:163, Qs.6:19,50,93 dan lain sebagainya.
Kata Auha (wahyu) disetiap ayat Al-Qur’an mengandung beberapa pengertian atau penafsiran yang berbeda diantaranya dapat dilihat sebagai berikut:
1. Wahyu sebagai suatu informasi
Salah satu pengertianwahyu dapat diartikan sebagai suatu yang diberikan oleh Allah kepada hamba-hamba pilihan-Nya, baik berupa petunjuk maupun berupa informasi-informasi yang dianggap dapat dijadikan pelajaran atasnya, seperti yang dijelaskan pada QS. 3:44, yang menjelaskan kata Auha (wahyu) pada ayat ini lebih cenderung bermakna suatu informasi yang diberikan oleh Allah swt, kepada Rasulullah s.a.w. Menurut Quraish Shihab5, informasi yang diterima oleh Nabi Muhammad s.a.w. Sungguh sangat tepat, tidak dapat diketahui kecuali para pakar dibidang ini. Informasi yang diberikan oleh Allah swt. Tersebut berupa peristiwa-peristiwa yang terjadi pada zaman sebelum Rasulullah s.a.w yang dapat dijadikan pelajaran atasnya.
Wahyu yang diturunkan oleh Allah SWT kepada salah eorang Nabi pilihan-Nya yaitu Nabi Muhammad SAW berupa suatu mukjizat terbesar yang diterima oleh Nabi Muhammad SAW yaitu al-Qur’anul karim, sebagai mana yang tercantum didalam QS. 6:19, pada ayat ini, yang dimaksud wahyu adalah Al-Qur’anul karim6. Al-Qur’an yang juga berfungsi sebagai penegasan tentang keesaan Allah, melalui ayat-ayat didalamnya merupakan bukti yang sangat jelas.
Diberitakan kepada mereka bahwa persaksian Allah terkandung dalam Al-Qur’an ini, juga diberitahukan kandungan persaksian itu dalam bentuk tantangan dan pengingkaran terhadap persaksian mereka yang isinya berbeda secara diametral dengan persaksian Allah. Diberitakan kepada mereka bahwa Allah menolak persaksian mereka itu.7
Adapun asbabun-Nuzul ayat ini adalah pada suatu ketika ada sahabat yang bertanya kepada Nabi Mihammad s.a.w. “ apakah ada tuhan selain Allah?” kemudian Nabi Muhammad s.a.w menjawab “tidak ada tuhan selain Allah”8.Dengan adanya pertanyaan tersebut dari sahabat, kemudian mendapatkan penjelasan dari Nabi Muhammad s.a.w menyebabkan turunnya ayat ini yang mempertegas tentang keesaan Allah swt. Dari itu, Rasulullah s.a.w diutus untuk menyampaikan atau menyerukan hal tersebut.
2. Wahyu sebagai suatu bukti
Wahyu yang diturunkan oleh Allah SWT juga merupakan suatu bukti ini sesuai dengan QS. 4:163, yang menjelaskan bahwa ayat yang turun lantaran pada zaman Rasulullah s.a.w terdapat orang-orang yang tidak mengetahui dan tidak mengakui bahwa Rasulullah s.a.w telah diberikan oleh Allah swt. Wahyu9, menyebabkan kata wahyu pada ayat ini sebagai penguat atau sebagai bukti bahwa Nabi Muhammad s.a.w sebagai utusan Allah yang diberikan oleh Allah kepadanya, sebagaimana yang telah diberikan oleh Allah kepada para nabi-nabi dan rasul-rasul sebelumnya.
Bukti kerasulan Nabi Muhammad s.a.w dengan diberikannya wahyu oleh Allah swt tidak dapat dipungkiri atau diragukan lagi, karena didalam Al-Qur’an telah dijelaskan bahwa Allah sendiri yang mengakui kebenaran tentang apa-apa yang telah diberikan oleh Allah kepadaNya, sebagaimana tercantum didalam Qs. 4:166
Begitu juga yang dijelaskan pada QS. 6:50, ayat ini menjelaskan hubungan antara kerasulan dengan bukti-bukti kebenarannya10. Dengan demikian kata Auha (wahyu) pada ayat ini adalah sebagai bukti tentang seseorang yang diangkat oleh Allah swt sebagai Rasul.
Orang-orang yang ingkar dari golongan Quraisy meminta agar Rasulullah mendatangkan kepada mereka satu mukjizat supranatural yag dengannya mereka akan membenarkan beliau. Padahal, mereka seperti yang telah kami jelaskan sebenarnya sudah mengetahui kebenaran beliau dan tidak meragukannya11.
Ayat yang diakhiri dengan kalimat “ apakah kamu tidak memikirkan (nya)” ini memberikan penjelasan tentang kebenaran seorang Rasul yang menerima wahyu, sebagai seorang utusan Allah, maka sudah seharusnya Rasul menyampaikan tuntutannya, dengan demikian bukti kebenaran Rasul adalah sesuatu yang sesuai dengan pengakuannya sebagai utusan Allah yang membawa petunjuk.
Wahyu sebagai suatu yang berasal dari Allah tentulah tidak semua orang bisa mendapatkannya, seperti yang diungkap pada QS. 6:93, yang bermakna wahyu sebagai sesuatu yang benar, dan hanya diturunkan kepada orang-orang pilihan, jadi tidak semua orang bisa mendapatkannya, apa lagi untuk membuat sepertinya (wahyu), hal tersebut dikarenakan wahyu tersebut memang benar bersumber dari Allah swt.
Diriwayatkan dari Qatadah dan Ibnu abbas ra. Bahwa ayat ini turun berkaitan dengan Musailamah Al-Kadzdzab, istrinya yang bernama Sujah bintil Harits dan Aswad Al-Unsi. Mereka itulah yang mengaku-ngaku sebagai Nabi, pada masa kehidupan Rasulullah dan mengklaim bahwa Allah telah memberikan wahyu kepada mereka12.
Menurut M.Quraish Shihab13,terdapat tiga macam kedzaliman pada ayat ini, yaitu membuat kedustaan terhadap Allah, mengaku mendapatkan wahyu dan melakukan pelecehan terhadap wahyu dengan berkata membuat semacamnya.
Dengan demikian, setiap hamba Allah yang mendapatkan anugerah berupa wahyu pastilah benar-benar orang yang menjadi pilihan Allah dan dianggap pantas oleh Allah untuk mendapatkan wahyu tersebut.


D. Hubungan Antar Ayat
Al-Qur’an merupakan wahyu Allah (42:7) yang berfungsi sebagai mukjizat bagi Rasulullah Muhammad SAW. (17:88; 10:38) sebagai pedoman hidup bagi setiap muslim (4:150; 5:49,50; 45:20) dan sebagai korektor dan penyempurna terhadap kitab-kitab Allah sebelumnya (5:48,15; 16:64) dan bernilai abadi.
Tepat yang dinyatakan Al-Qur’an bahwa sebab seorang tidak menerima kebenaran Al-Qur’an sebagai wahyu ilahi adalah salah satu diantara dua sebab, yaitu:
1) Tidak berpikir dengan jujur dan sungguh-sungguh
2) Tidak sempat mendengar dan mengetahui Al-Qur’an secara baik (67:10; 4:82)
Sebagai jaminan bahwa Al-Qur’an adalah wahyu Allah maka Al-Qur’an sendiri menentang setiap manusia untuk membuat satu surat saja yang senilai dengan Al-Qur’an (2:23,24; 17:88).
Menjadi pedoman hidup, maka wahyu (Al-Qur’an) abnyak mengemukakan pokok-pokok serta prinsip-prinsip umum pengaturan hidup daalm hubungan antara manusia dengan Allah, sesama manusia dan dengan makhluk lain14, diantaranya:
a. Beribadah langsung kepada Allah (2:43,183,184196,197; 11:114)
b. Berkeluarga (4:3,4,15,19,20,25; 2:221; 24:32; 60:10,11)
c. Bermasyarakat (4:58; 49:10,13; 23:52; 8:46; 2:143)
d. Berdagang (2:275,276,280; 4:29)
e. Utang piutang (2:282)
f. Kewarisan (2:180; 4:7-12,176; 5:106)
g. Pendidik dan pengajaran (3:159; 4:9,63; 31:13-19; 26:39,40)
h. Pidana (2:178; 4:92,83; 5:38; 10:27; 17:33) dan
i. Aspek-aspek lain yang dijamin oleh Allah dapat berlaku, sesuai pada setiap tempat dan setiap waktu (7:158; 34:28; 21:107).
Sebagai bukti kebenaran atas apa yang telah terjadi dan contoh koreksi-koreksi yag dikemukakan Al-Qur’an, antara lain sebagai berikut15:
a. Tentang ajaran trinitas (5:73)
b. Tentang Isa (3:49,59; 5:72,75)
c. Tentang penyaliban Nabi Isa (4:157,158)
d. Tentang Nabi Luth (29:28-30; 7:80-84)
e. Tentang Harun (20:90-94)
f. Tentang Sulaiman (2:100; 27:15-44)
Wahyu yang telah diturunkan oleh Allah yaitu berupa Al-Qur’an ini akan selalu dijaga kesucian dan kemurniannya, selamat dari usaha-usaha pemalsuan, penambahan atau pengurangan (15:93; 75:17-19).


E. Kesimpulan
Pengkajian Al-Qu’an merupakan sesuatu yang sangat penting, karena semakin dikaji isi Al-Qur’an maka semakin banyak ilmu yang didapatkan daripadanya. Penjelasan kata Auha (wahyu) merupakan salah satu contoh pengkajian Al-Qur’an.
Pada penjelasan diatas, dapat ditarik kesimpulan bahwa kata Auha (wahyu) memiliki pengertian sebagai informasi berupa petunjuk yang diberikan oleh Allah swt kepada hamba-hamba pilihan-Nya.
DAFTAR PUSTAKA

Jalaluddin Al-Mahalli dan Jalaluddin Assuyuthi.1996. Terjemah Tafsir Jalalain berikut asbabun-nuzul. Bandung: Sinar Baru Al-gensindo.

member.tripot.com./~bimcrot/qrn-i.html

M. Quraish Shihab. 2002. Tafsir Al-Mishbah: Pesan, Kesan dan Keserasian Al-Qur’an. Jakarta: Lentera Hati.

Sayyid Quthb. 2003. Tafsir Fi Zilalil Qur’an, dibawah naungan Al-Qur’an. Jakarta: Gema Insani Pres.

Tim Penulis IAIN Syarif Hidayatullah.2002. Ensiklopedi Islam. Jakarta: Djambatan

Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa.1989. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.











LAMPIRAN

makalah hakikat peserta didik

HAKIKAT PESERTA DIDIK
A. Pengertian Peserta Didik
Menurut Toto Suharto (2006: 123) peserta didik adalah makhluk Allah yang terdiri dari aspek jasmani dan rohani yang belum tercaapi taraf kematangan, baik fisik, mental, intelektual, maupun psikologinya. Oleh karena itu, ia senantiasa memerlukan bantuan, bimbingan dan arahan pendidik agar dapat mengembangkan potensinya secara optimal dan membimbingnya menuju kedewasaan. Potensi dasar yang dimiliki peserta didik, kiranya tidak akan berkembang secara maksimal tanpa melalui proses pendidikan.
Adapun peserta didik dalam pendidikan islam menurut Hery Noer Aly (1999: 113) ialah setiap manusia yang sepanjang hayatnya selalu berada dalam perkembangan. Jadi, bukan hanya ank-anak yang sedang dalam pengasuhan dan pengasihan orangtuanya, bukan pula anak-anak dalam usia sekolah.
Samsul Nizar dalam “Filsafat Pendidikan Islsm: Pendekatan Historis, Teoritis dan Praktis” menyebutkan beberapa deskripsi mengenai hakikat peserta sebagai berikut.
a. Peserta didik bukan miniatur orang dewasa, tetapi ia memiliki dunianya sendiri. Hal ini perlu dipahami, agar perlakuan terhadap mereka dalam proses pendidikan tidak disamakan dengan pendidikan orang dewasa
b. Peserta didik adalah manusia yang memiliki perbedaan dalam tahap-tahap perkembangan dan pertumbuhannya. Pemahaman ini perlu diketahui agar aktivitas pendidikan islam dapat disesuaikan dengan tingkat pertumbuhan dan perkembangan yang umumnya dialami peserta didik
c. Peserta didik adalah manusia yang memiliki kebutuhan yang harus dipenuhi baik yang menyangkut kebutuhan jasmani atau rohani
d. Peserta didik adalah makhluk Allah yang memiliki berbagai perbedaan individual (individual differentiations) baik yang disebabkan karena faktor bawaan maupun lingkungan tempat ia tinggal
e. Peserta didik merupakan makhluk yang terdiri dari dua unsur utama: jasmani dan ruhaniah. Unsur jasmani berkaitan dengan daya fisik yang dapat dkembangkan melalui proses pembiasaan dan latihan, sementara unsur ruhani berkaitan dengan daya akal dan daya rasa
f. Peserta didik adalah makhluk Allah yang telah dibekali berbagai potensi (fitrah) yang perlu dikembangkan secara terpadu (Toto Suharto. 2006: 124-125).
Berasarkan beberapa pendapat diatas, peserta didik dapat dikatakan sebagai orang yang belum dewasa dan memiliki sejumlah potensi (kemampuan) dasar yang masih perlu dikembangkan. Secara garis besar peserta didik menurut Abu Ahmadi dan Nur Uhbiyati (2001: 40) memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
• Kelemahan dan ketakberdayaan
• Berkemauan keras untuk berkembang
• Ingin menjadi diri sendiri (memperoleh kekuatan)

B. Jenis Peserta Didik
1. Menurut tahap perkembangan dan umur
0 – 7 tahun = masa kanak-kanak
7 – 14 tahun = masa sekolah
14 – 21 tahun = puberitas

Masa akhir usia 12 tahun para pendidik harus tanggap bahwa peserta didik mulai ada tanda-tanda perubahan tubuh khususnya wanita yang diikuti dengan perubahan rohaninya karena permulaan puber pertama. Sedangkan masa puberitas yang sesungguhnya memasuki usia 14 – 21 tahun, hal ini dapat dikatagorikan menjadi:
 Masa pra pubertas : wanita 12 – 13 tahun
: laki-laki 13 – 14 tahun
 Masa pebertas : wanita 13 – 18 tahun
: laki-laki 14 – 18 tahun
 Masa adolesen : wanita 18 – 21 tahun
: laki-laki 19 – 23 tahun (Abu Ahmadi dan Nur Uhbiyati. 2001: 42-43).
Ketiga masa ini termasuk masa pubertas, masa ini pendidik harus tanggap daalm hal melaksanakan pendidikan, khususnya tentang:
• Penemuan sifat-sifat khusus yang ada pada dirinya
• Biasanya terjadi sifat pertentangan, sebab belum ada keseimbangan emosi
• Masa ini adalah masa transisi dari masa kanak-kanak atau masa sekolah menjadi masa dewasa
• Masa ini masa penuh pengalaman
• Masa yang dikuasai perasaan yang lebih dominan dengan pengalaman ini membentuk kepribadian dimamsa mendatang
• Masa dimana peserta didik harus diberi penjelasan masalah pendidikan sex yang sehat (Abu Ahmadi dan Nur Uhbiyati. 2001: 43-44).
Ada lagi suatu pandangan bahwa peserta didik itu mengalami suatu tingkatan didalam proses kehidupan seseorang melalui:
• Tingkat bayi sebagian besar waktu untuk makan minum dan tidur
• Tingkat kanak-kanak aktivitasnya bermain
• Tingkat anak aktivitasnya dengan sosialisasi diluar keluarga
• Tingkat pemuda pertumbuhan dan perkembangan menuju kearah kesempurnaan
• Tingkat dewasa segala aktivitasnya sudah harus dapat dipertanggung jawabkan (Abu Ahmadi dan Nur Uhbiyati. 2001: 44).
2. Menurut status dan tingkat kemampuan
Sebagaimana kita ketahui bersama bahwa menurut penggolongan berdasarkan IQ atau kecerdasan, kemampuan peserta didik dapat dibedakan menjadi tiga kelompok besar yaitu:
 Peserta didik super normal
 Peserta didik normal
 Peserta didik sub normal (Abu Ahmadi dan Nur Uhbiyati. 2001: 45).
Prof. Arch O Heck daalm buku “The Education of Exceptional Children” ditindaskan bahwa anak luar biasa dapat dibagi menjadi:
(1) Berkelainan sosial
 Anak nakal/ delinquent
 Anak yang menyendiri/ menjauhkan diri dari masyarakat
(2) Berkelainan jasmaniah
 Anak timpang
 Anak berkelainan penglihatan
 Anak berkelainan pendengaran
 Anak berkelainan bicara
 Anak kerdil
(3) Berkelainan mental
 Tingkat kecerdasan rendah
 Tingkat kecerdasan tinggi (Abu Ahmadi dan Nur Uhbiyati. 2001: 46).
Bagi pendidik apapun status dan tingkat kemampuan peserta didik menurut klasifikasi diatas didalam mengadakan interaksi pendidikan tetap harus memperhatikan manusianya. Sebab ia adalah mempunyai aku/ pribadi yang tetap harus diperhatikan . hal ini kuat dan jelas secara yuridis yang tertuang didalam UUD 1945 pasal 31 (Abu Ahmadi dan Nur Uhbiyati. 2001: 46).

C. Adab Peserta Didik
Prof. Dr. Athiyah Al-Abrasy mengemukakan seoarang siswa yang sedang belajar wajib memperhatikan ketentuan-ketentuan sebagai berikut:
1) Sebelum memulai belajar, siswa itu harus terlebih dahulu membersihkan hatinya dari segala sifat yang buruk, karena belajar itu dianggap sebagai ibadah. Ibadah tidak syah kecuali dengan hati yang suci, berhias dengan moral yang baik seperti berkata benar, ikhlas, taqwa, rendah hati, zuhud, menerima apa yang ditentukan tuhan serta menjauhi sifat-sifat yang buruk, seperti dengki, iri, benci, sombong, menipu, tinggi hati dan angkuh
2) Dengan belajar itu ia bermaksud hendak mengisi jiwanya dengan fadhilah, mendekatkan diri kepada Allah, bukanlakh dengan maksud menonjolkan diri, berbangga dan gagah-gagahan
3) Bersedia mencari ilmu, termasuk meninggalkan keluarga dan tanah aiar, dengan tidak ragu-ragu bepergian ketempat-tempat yang paling jauh sekalipun bila dikehendaki untuk mendatangi guru
4) Hendaklah ia menghormati guru dan memuliakannya serta mengagungkannya karena Allah dan berdaya upaya pula menyenangkan hati guru dengan cara yang baik
5) Jangan terlalu sering menukar guru, tetapi haruslah ia berfikir panjang dulu sebelum bertindak hendak mengganti guru
6) Jangan merepotkan guru dengan banyak pertanyaan, janganlah meletihkan dia untuk menjawab pertanyaan, jangan berjalan dihadapannya, jangan duduk ditempat didiknya dan jangan mulai bicara, kecuali setelah mendapat izin dari guru
7) Jangan membuka rahasia guru, jangan pula seseorangpun meniru guru, jangan pula meminta kepada guru membukakan rahasia, terima pernyataan maaf dari guru bila selip lidahnya
8) Bersungguh-sungguh dan tekun belajar, bertanggang siang dan maalm untuk memperoleh pengetahuan, dengan terlebih dahulu mencari ilmu yang lebih penting
9) Jiwa saling mencintai dan persaudaraan haruslah menyinari pergaulan antara siswa sehingga merupakan anak-anak yang sebapak
10) Siswa harus terlebih dahulu memberi salam kepada gurunya mengurangi percakapan dihadapan guru, jangan mengatakan kepada guru “si anu bilang begini lain dari yang bapak katakan”, dan jangan pula ditanya tentang guru siapa teman duduknya
11) Hendaklah siswa tekun belajar, mengurangi pelajarannya diwaktu senja dan menjelang subuh. Waktu antara isya dan malam sahur itu adalah waktu yang penuh berkah
12) Bertekad untuk belajar hingga akhir umur, jangan meremehkan suatu cabang ilmu, tetapi hendaklah menganggap semua ilmu ada faedahnya, jangan meniru-niru apa yang didengarnya dan orang-orang yang terdahulu yang mengeritik dan merendahkan sebagian ilmu seperti ilmu mantiq dan ilmu filsafat (Nur Uhbiyati. 1998: 108-110).
Sedangkan menurut Asma Hasan Fahmi, peserta didik sekurang-kurangnya harus memerhatikan empat hal berikut:
a) Seorang pesrta didik harus membersihkan hatinya dari kotoran dan penyakit jiwa sebelum melakukan proses belajar, karena belajar dalam islam merupakan ibadah yang menuntut adanya kebersihan hati
b) Peserta didik harus menanamkan dalam dirinya bahwa tujuan menuntut ilmu adalah meraih keutamaan akhlak, mendekatkan diri kepada Allah, bukan untuk bermegah-megahan atau bahkan mencari kedudukan
c) Seorang peserta didik harus memiliki ketabahan dan kesabaran dalam mencari ilmu, dan bila perlu melakukan perjalanan merantau untuk mencari guru, atau apa yang disebut rihlah ‘ilamiyyah
d) Seorang peserta didik wajib menghormati gurunya dan berusaha semaksimal mungkin meraih kerelaannya dengan berbagai macam cara yang terpuji (Toto Suharto. 2006: 127-128).
Syekh Az-Zarnuji dalam kitab “Ta’lim Muta’allim” menerangkan beberapa sifat dan tugas penuntut ilmu:
1) Tawadu’ sifat sederhana, tidak sombong tidak pula rendah diri
2) Iffah, sifat yang menunjukkan rasa harga diri yang menyebabkan seseorang terhindar dari perbuatan/ tingkah laku yang tidak patut
3) Tabah (sabar), tahan dalam menghadapi kesulitan pelajaran dari guru
4) Sabar, tahan terhadap godaan nafsu, rendah keinginan-keinginan akan kelezatan dan terhadap godaan-godaan yang berat
5) Cinta ilmu dan hormat kepada guru dan keluarganya, dengan demikian ilmu itu akan bermanfaat
6) Sayang kepada kitab, menyimpan dengan baik, tidak membubuhi catatan supaya tidak kotor atau menggosok tulisan sehingga menjadi kabur
7) Hormat kepada semua penuntut ilmu dan tamalluk kepada guru dan kawan untuk mengadap ilmu dari mereka
8) Bersungguh-sungguh belajar dengan memanfaatkan waktu sebaik-baiknya (bangun ditengah malam) tetapi tidak memaksakan diri sampai menjadi lemah
9) Teguh pendirian dan ulet dalam menuntut ilmu dan mengulangi pelajaran
10) Wara’, ialah sifat menahan diri dari perbuatan atau tingkah laku yang terlarang
11) Tawakkal, maksudnya menyerahkan kepada tuhan segala perkara. Bertawakkal adalah akhir dari proses kegiatan dan ikhtiar seseorang muslim untuk mengatasi urusannya (Nur Uhbiyati. 1998: 110).
Dengan mengikuti apa-apa yang telah ditentukan oleh para ahli dalam bidang pendidikan diatas, maka seorang peserta didik akan mendapatkan hasil yang diinginkan atau hasil yang memuaskan. Dengan demikian, sebisa mungkin kita menuntut peserta didik untuk mengaplikasikan apa-apa yang menjadi kewajiban atau tugasnya sebagai seorang pesrta didik.

D. Batas Pendidikan
a) Batas Awal Pendidikan
Prof. M. Athiyah Al-Abrasy, menceritakan didalam bukunya “Dasar-dasar Pokok Pendidikan Islam” bahwa pendidikan anak itu dimulai setelah berumur 5 tahun. Urutan-urutan ilmu yang diberikan adalah membaca Al-Qur’an, mempelajari syair, sejarah nenek monyang dan kaumnya, mengendarai kuda dan menggunakan senjata (Nur Uhbiati. 1998: 96-97).
Menurut Al-Abdari, anak dimulai dididik dalam arti sesungguhnya setelah berusia 7 tahun, karena itu beliau mengeritik orang tua yang menyekolahkan anaknya pada usia yang masih terlalu muda, yaitu sebelum usia 7 tahun (Nur Uhbiati. 1998: 97).
Dari uraian tersebut, dapat disimpulkan bahwa belum ada kesepakatan para ahli didik islam tentang kapan anak mulai dididik, namun jika diterapkan dalam praktek pendidikan, maka dapat dijelaskan sebagai berikut, yaitu untuk memasuki pendidikan prasekolah sebaiknya setelah anak berumur 5 tahun, sedangkan untuk memasuki pendidikan dasar, maka sebaiknya setelah anak berumur 7 tahun (Hamdani Ihsan dan Fuad Ihsan. 2001: 125).
Terlepas dari beberapa pendapat diatas, dan berdasarkan pada hadits Nabi Muhammad SAW.: “belajarlah (carilah ilmu) sejak engkau dalam buaian (ayunan) sampai keliang lahat”. Berdasarkan kepada hadits tersebut, pendidikan dapat dimulai ketika masih dalam ayunan atau balita, karena ketika pada waktu itu, seorang anak akan mudahuntuk memahami dan mengerti apa yang disampaikan, selain itu apa yang telah diperolehnya susah untuk dilupakan.

b) Batas Akhir Pendidikan
M. Munir Mursa mengatakan bahwa pendidika islam tidak terbatas pada suatu metode atau jenjang tertentu, tetapi berlangsung sepanjang hayat ia merupakan pendidik dari buaian hingga liang lahat, selalu memperbaiki diri, serta terus-menerus mengembangkan kepribadian dan memperkaya kemanusiaan, dengan perkataan lain ia senantiasa membimbingmanusia untuk maju (Hery Noer Aly. 1999: 137).
Berdasarkan kepada tujuan pendidikan islam yaitu membentuuk kepribadian muslim. Mengingat untuk mewujudkan kepribadian muslim itu sangat sulit, disamping itu sesudah terwujudnya kepribadian muslim, diperlukan kestabilan kepribadian muslim tersebut diatas dan mengingat pula sabda Rasulullah SAW. Maka batas terakhir pendidikan yaitu sampai akhir hayat (Nur Uhbiati. 1998: 100). Dengan demikian, pendidikan tidak hanya terbatas pada usia muda, tetapi dapat dilakukan sepanjang masa selama hayat masih dikandung badan.

DAFTAR PUSTAKA

Ahmadi, Abu dan Uhbiyati, Nur. 2001. Ilmu Pendidikan. Jakarat: PT Rineka Cipta.

Aly, Hery Noer. 1999. Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta: Logos.

Ihsan, Hamdani dan Ihsan, Fuad. 2001. Filsafat Pendidikan Islam. Bandung: CV Pustaka Setia.

Suharto, Toto. 2006. Fissafat Pendidikan Islam. Jogjakarta: Ar-Ruzz.

Uhbiyati, Nur. 1998. Ilmu Pendidikan Islam. Bandung: CV Pustaka Setia.

Kamis, 04 Februari 2010

makalah sejarah peradaban islam

KATA PENGANTAR

Puja dan puji syukur kita haturkan kepada Allah SWT yang telah memberikan kita nikmat jasmani dan Rohani yang talah memberikan nikmat akal sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini.
Shalawat serta salam semoga tetap tercurahkan kepada nabi besar Muhammad SAW yang telah membimbing kita dari zaman kegelapan (Jahiliyah) menuju ke zaman yang terang benderang yang diterangi dengan iman dan islam.
Ucapan terima kasih kami sampaikan kepada dosen pengampu mata kuliah Sejarah Peradaban Islam Bapak Ma’ruf, MA dan Ibu Nelly,M.S.I yang telah memberikan kepercayaan kepada kami untuk membahas tentang “SEJARAH PERADABAN ISLAM SEBAGAI ILMU PENGETAHUAN” dan terima kasih pula kepada teman-teman dan pihak-pihak yang telah mendukung dalam penyelesaian makalah ini .
Kami sadari bahwa makalah yang kami susun ini bukanlah merupakan makalah yang sempurna, oleh karena itu kami sangat mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun dari para pembaca demi sempurnanya makalah ini.




Pontianak, 19 Oktober 2009


Penulis



DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR 1
DAFTAR ISI 2
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG 3
B. PERUMUSAN MASALAH 3
BAB II
PEMBAHASAN 4
A. PENGERTIAN 4
1. Sejarah 4
2. Peradaban 4
3. Islam 5
4. Sejarah Peradaban Islam 6
B. MANFAAT MEMPELAJARI SEJARAH 6
1. Kegunaan Edukatif 6
2. Kegunaan Inspiratif 7
3. Kegunaan Rekreatif 7
C. SYARAT-SYARAT ILMU PENGETAHUAN 7
1. Obyektif 7
2. Metodis 8
3. Sistematis 8
4. Universal 8
D. MERAIH KEJAYAAN ISLAM DENGAN IPTEK 9
E. DASAR-DASAR PERADABAN ISLAM 10

BAB III
PENUTUP 13
A. KESIMPULAN 13
B. SARAN 13
DAFTAR PUSTAKA 14





BAB I
PENDAHULU
A. LATAR BELAKANG MASALAH
Dalam sejarah kebudayaan umat manusia proses tukar-menukar dan interaksi (intermingling) atau pinjam meminjam konsep antara satu kebudayaan dengan kebudayaan lain memang senantiasa terjadi, seperti yang terjadi antara kebudayaan Barat dan peradaban Islam Dalam proses ini selalu terdapat sikap resistensi dan akseptansi. Namun dalam kondisi dimana suatu kebudayaan itu lebih kuat dibanding yang lain yang tejadi adalah dominasi yang kuat terhadap yang lemah. Istilah Ibn Khaldun, "masyarakat yang ditaklukkan, cenderung meniru budaya penakluknya".
Ketika Peradaban Islam menjadi sangat kuat dan dominan pada abad pertengahan, masyarakat Eropa cenderung meniru atau "berkiblat ke Islam". Kini ketika giliran kebudayaan Barat yang kuat dan dominan maka proses peniruan itu juga terjadi. Terbukti sejak kebangkitan Barat dan lemahnya kekuasaan politik Islam, para ilmuwan Muslim belajar berbagai disiplin ilmu termasuk Islam ke Barat dalam rangka meminjam. Hanya saja karena Peradaban Islam dalam kondisi terhegemoni maka kemampuan menfilter konsep-konsep dalam pemikiran dan kebudayaan Barat juga lemah.
B. PERUMUSAN MASALAH
Adapun masalah yang akan dibahas adalah seputar pengertian Peradaban Islam dan juga Sejarah Peradaban Islam Sebagai Ilmu Pengetahuan serta sedikit menyinggung tentang dasar-dasar Peradaban Islam dan perekembangan perdaban Islam


BAB II
PEMBAHASAN
A. PENGERTIAN
1. sejarah
Pengertian Sejarah secara etimologis berasal dari kata arab "syajarah" yang mempunyai arti "pohon kehidupan". Dalam bahasa Asing lainnya, peristilahan sejarah disebut histore (Perancis), geschicte (Jerman), histoire atau geschiedenis (Belanda), dan history (Ingris) (Siti Maryam: 2003: 3)
Menurut Ibn Khaldum, sejarah ialah menunjuk kepada peristiwa-peristiwa istimewa atau penting pada waktu atau ras tertentu. Sedangkan menurut Al-Maqrizi, bahwa sejarah ialah memberikan informasi tentang sesuatu yang pernah terjadi di dunia, yang di perkuat oleh Guralnik (G.Ed), 1964:354-355: History: All Recorded Events Of The Past. Meskipun terdapat perbedaaan dalam penekanan teorinya namun mereka sepakat, bahwa sejarah adalah masa lalu yang tidak hanya sekedar memberi informasi tentang terjadinya peristiwa, tetapi juga memberi interpretasi yang terjadi dengan melihat kepada hukum kausalita (Azyumardi Azra: 2002:11)
2. peradaban
Kata Peradaban seringkali diberi arti yang sama dengan kebudayaan. Ada juga yang mengatakan Peradaban berbeda dengan budaya. Di dalam Bahasa Inggris terdapat perbedaan pengertian antara kedua istilah tersebut. Istilah Civilization untuk Peradaban dan Culture untuk kebudayaan. Demikian pula dalam Bahasa Arab dibedakan antara kata Tsaqafah (kebudayaan), kata Hadharah (kemajuan), dan Tamaddun (Peradaban) (Siti Maryam: 2003: 8)
Kami lebih setuju jika peradaban di katakan berbeda dengan kebudayaan. Karena menurut ahli antropolog Dehaan, peradaban merupakan lawan dari kebudayaan. Peradaban ialah seluruh kehidupan sosial, politik,ekonommi dan teknologi. Jadi peradaban adalah semua bidang kehidupan untuk kegunaan praktis. Sebaliknya kebudayaan adalah semua yang berasal dari hasrat dan gairah yang lebih tinggi dan murni yang berada di atas tujuan praktis dalam hubungan masyarakat, misalnya musik, seni, agama, ilmu, filsafat dan lain-lain.
Menurut A.A. Fyzee, Peradaban (civilization) dapat diartikan dalam hubungannya dengan kewarganegaraan karena berasal dari kata civies (Latin) atau civil (Inggris) yang berarti seorang warganegara yang berkemajuan. Dalam hal ini Peradaban diartikan dalam dua cara:
(1) proses menjadi berkeadaban, dan
(2) suatu masyarakat manusia yang sudah berkembang atau maju
(Siti Maryam: 2003: 9).
Peradaban Islam memiliki tiga pengertian yang berbeda. Pertama, kemajuan dan tingkat kecerdasan akal yang dihasilkan dalam suatu periode kekuasaan Islam mulai dari periode Nabi Muhammad Saw. sampai perkembangan kekuasaan sekarang; kedua, hasil-hasil yang dicapai oleh umat Islam dalam lapangan kesusasteraan, Ilmu Pengetahuan dan kesenian; ketiga, kemajuan politik atau kekuasaan Islam yang berperan melindungi pandangan hidup Islam terutama dalam hubungannya dengan ibadah-ibadah, penggunaan bahasa, dan kebiasaan hidup kemasyarakatan (Siti Maryam: 2003: 10)
Muntoha mengatakan, Peradaban Islam adalah kesopanan, akhlak, tata krama, dan juga sastra yang diatur sesuai syari’at Islam. Al-Hujwiri menegaskan peradaban islam adalah suatu pelajaran dan pendidikan tentang kebajikan yang merupakan bagian dari sandi keimanan.
3. Islam
Menurut bahasa kata islam berasal dari bahasa Arab, “salama” yang isim masydarnya “Islaman” berarti selamat. Sedangkan menurut istilah islam adalah agama yang ajaran-ajarannya diwahyukan Tuhan kepada masyarakat manusia melalui Nabi Muhammad SAW. Sebagai rasul Nabi Muhammad membawa Islam pada hakikatnya terdapat ajaran-ajaran yang bukan hanya mengenai satu segi, tetapi mengenai berbagai segi dari kehidupan manusia (Harun Nasution: 2005: 17)
4. Sejarah Peradaban Islam
Sejarah Peradaban Islam diartikan sebagai perekembangan atau kemajuan kebudayaan dalam Islam perspektif sejarahnya, dan Peradaban Islam mempunyai berbagai macam pengetian lain diantaranya
Pertama : Sejarah Peradaban Islam merupakan kemajuan dan tingkat kecerdasan akal yang di hasilkan dalam satu periode kekuasaan Islam mulai dari periode Nabi Muhammad SAW sampai perkembangan kekuasaan Islam sekarang.
Kedua : Sejarah Peradaban Islam merupakan hasil hasil yang dicapai oleh ummat Islam dalam lapangan kesustraan, ilmu pengetahuan dan kesenian.
Ketiga : Sejarah Peradaban Islam merupakan kemajuan politik atau kekuasaan Islam yang berperan melindungi pandangan hidup Islam terutama dalam hubungannya dengan ibadah ibadah, penggunaan bahasa, dan kebiasaan hhidup bermasyarakat (www.elvanarticle. com/15/10/2009).
B. Manfaat Mempejari Sejarah
1. kegunaan Edukatif
kegunaan sejarah yang pertama adalah sebagai edukatif atau pelajaran. Banyak manusia yang belajar dari sejarah belajar dari pengalaman yang pernah dilakukan. Pengalaman tidak hanya terbatas pada pengalaman yang dialaminya sendiri, melainkan juga dari generasi sebelumnya.manusia melalui belajar dari sejarah dapat mengembangkan potensinya. Kesalahan pada masa lampau baik kesalahan sendiri maupun kesalahan orang lain coba dihindari.

2. Kegunaan Inspiratif
Kegunaan sejarah yang kedua adalah sebagai inspiratif. Berbagai kisah sejarah dapat memberikan inspirasi pada pembaca dan pendengarnya. Belajar dari kebangkitan nasional yang dipelopori oleh bedirinya organisasi perjuangan yang modern di awal abad ke-20, masyarakat Indonesia sekarang berusaha mengembangkan kebangkitan nasional ang ke2. Pada kebangkitan nasional yang pertama, bangsa indonesia berusaha merebut kemerdekaan yang sekarang ini sudah dirasakan hasilnya.
3. Kegunaan Rekreatif
kegunaan sejarah yang ketiga adalah sebagai kegunaan rekreatif. Kegunaan sejarah sebagai kisah dapat memberi suatu hiburan yang segar, melalui penulisan kisah sejarah yang menarik pembaca dapat terhibur. Gaya penulisan yang hidup dan komunikatif dari beberapa sejarawan terasa mampu “menghipnotis” pembaca. Pembaca akan merasa nyaman membaca tulisan dari sejarawan. Konsekuensi rasa senang dan daya tarik penulisan kisah sejarah tersebut membuat pembaca menjadi senang. Membaca menjadi media hiburan dan rekreatif. Membaca telah menjadi bagian dari kesenangan. Membaca telah dirasakan sebagai suatu kebutuhan, yaitu kebutuhan yang untuk rekreatif. (www.Hapbiker.com/15/10/2009)
C. SYARAT-SYARAT ILMU PENGETAHUAN
Berbeda dengan Pengetahuan, Ilmu merupakan Pengetahuan khusus dimana seseorang mengetahui apa penyebab sesuatu dan mengapa. Ada persyaratan ilmiah sesuatu dapat disebut sebagai Ilmu. Sifat ilmiah sebagai persyaratan Ilmu banyak terpengaruh paradigma Ilmu-ilmu alam yang telah ada lebih dahulu.
1. Obyektif
Ilmu harus memiliki obyek kajian yang terdiri dari satu golongan masalah yang sama sifat hakikatnya, tampak dari luar maupun bentuknya dari dalam. Obyeknya dapat bersifat ada, atau mungkin ada karena masih harus diuji keberadaannya. Dalam mengkaji obyek, yang dicari adalah kebenaran, yakni persesuaian antara tahu dengan obyek, dan karenanya disebut kebenaran obyektif; bukan subyektif berdasarkan subyek peneliti atau subyek penunjang penelitian.
2. Metodis
Metodis adalah upaya-upaya yang dilakukan untuk meminimalisasi kemungkinan terjadinya penyimpangan dalam mencari kebenaran. Konsekuensi dari upaya ini adalah harus terdapat cara tertentu untuk menjamin kepastian kebenaran. Metodis berasal dari kata Yunani “Metodos” yang berarti: cara, jalan. Secara umum metodis berarti metode tertentu yang digunakan dan umumnya merujuk pada metode ilmiah.
3. Sistematis.
Dalam perjalanannya mencoba mengetahui dan menjelaskan suatu obyek, Ilmu harus terurai dan terumuskan dalam hubungan yang teratur dan logis sehingga membentuk suatu sistem yang berarti secara utuh, menyeluruh, terpadu, mampu menjelaskan rangkaian sebab akibat menyangkut obyeknya. Pengetahuan yang tersusun secara sistematis dalam rangkaian sebab akibat merupakan syarat Ilmu yang ketiga.
4. Universal.
Kebenaran yang hendak dicapai adalah kebenaran universal yang bersifat umum (tidak bersifat tertentu). Contoh: semua segitiga bersudut 180ยบ. Karenanya universal merupakan syarat Ilmu yang keempat. Belakangan Ilmu-ilmu sosial menyadari kadar ke-umum-an (universal) yang dikandungnya berbeda dengan Ilmu-ilmu alam mengingat obyeknya adalah tindakan manusia. Karena itu untuk mencapai tingkat universalitas dalam Ilmu-ilmu sosial, harus tersedia konteks dan tertentu pula (www.wikipedia.15/10/2009).


D. MERAIH KEJAYAAN ISLAM DENGAN IPTEK
Berdasarkan penjelasan Ibnu Khaldun tentang kebangkitan suatu Peradaban, jika umat Islam ingin membangun kembali peradabannya, mereka harus menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi. Tanpa ini, kebangkitan Islam hanya akan menjadi utopia belaka.
Menurut Ibnu Khaldun, wujud suatu Peradaban merupakan produk dari akumulasi tiga elemen penting yaitu, kemampuan manusia untuk berfikir yang menghasilkan sains dan teknologi, kemampuan berorganisasi dalam bentuk kekuatan politik dan militer, dan kesanggupan berjuang untuk hidup. Jadi kemampuan berfikir merupakan elemen asas suatu Peradaban. Suatu bangsa akan beradab (berbudaya) hanya jika bangsa itu telah mencapai tingkat kemapuan intelektual tertentu. Sebab kesempurnaan manusia ditentukan oleh ketinggian pemikirannya. Haeruddin(www.tomoutou.com.10/10/2009)
Sejarah Peradaban Islam sudah sejak terdahulu dijadikan sebagai wawasan atau sebagai pengetahuan, sebab dengan peradaban ini kita bisa mengambil faedah-faedahyang terjadi pada zaman terdahulu. Selain kejadian pada zaman dahulu yang dapat dijadikan faktor mencari pengetahuan atau wawasan, kita juga dapat mencarinya melalui kejadian alam, dari buku-buku sejarah/ ilmu pengetahuan,dari guru atau dosen, atau dari siapa yang dapat kita jadi media ilmu pengetahuan.
Di dalam Sejarah Peradaban Islam pemikiran para ulama seperti Imam Syafii, Hanbali, Imam al-Ghazzali, Ibn Khaldun, dan lain sebagainya mempengaruhi cara berfikir masyarakat dan bahkan kehidupan mereka. Jadi membangun Perdaban Islam harus dimulai dengan membangun pemikiran umat Islam, meskipun tidak berarti kita berhenti membangun bidang-bidang lain. Artinya, pembangunan Ilmu Pengetahhuan Islam hendaknya dijadikan prioritas bagi seluruh gerakan Islam.
Guna memuluskan jalan menuju kebangkitan Peradaban Islam ini, umat Islam harus giat belajar, mengkaji, dan mengembangkan Ilmu Pengetahuan. Demi kemajuan para pemimpin dan umat Islam berada di atas nilai-nilai Islami. Sehingga umat Islam akan menjadi khairu ummah sebagaimana yang disinyalir QS Ali Imran [3]: 110.
E. DASAR-DASAR PERADABAN ISLAM
Analisis Historis Dan Konstektual Dalam Kajian Literatur Islam Klasik; Adalah kesepakatan keimanan seluruh kaum muslimin bahwa Islam yang dibawa oleh Nabi Muhammad saw adalah agama yang dihadirkan untuk menjadi petunjuk hidup bagi seluruh umat manusia. Pandangan ini didasarkan pada teks al Qur-an : Dan Kami tidak mengutus kamu (Muhammad) melainkan kepada seluruh umat manusia bagai pembawa berita gembir Dan sebagai pemberi peringatan tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui”. Dalam teks lain dikemukakan bahwa visi atau tujuan akhir yang dibawa oleh agama ini adalah kerahmatan (kasih sayang). Dan ini bukan hanya bagi manusia tetapi juga bagi alam semesta. Ia adalah agama yang merahmati alam semesta.(Q.S. al Anbiya,21: 107). Berdasarkan teks al Qur-an tersebut, maka seluruh manusia merupakan ciptaan Tuhan Dan semuanya meski memiliki latarbelakang kultural, etnis, warna kulit, kebangsaan, Dan jenis kelaim, menempati posisi yang sama di hadapan-Nya.
Hal ini dinyatakan secara eksplisit Dalam al Qur-an :;Wahai manusia, Kami ciptakan kamu sekalian terdiri dari laki-laki Dan perempuan Dan Kami jadikan kamu berbangsa-bangsa Dan bersuku-suku agar saling mengenal. Sesungguhnya yang paling unggul di antara kamu adalah yang paling bertaqwa (kepada Allah;.(Q.S. Al Hujurat, 13). Ini sungguh merupakan pernyataan paling tegas mengenal universalitas IslamTotalitas Islam pada sisi lain muncul Dalam konsep “Trilogi Islam”. Trilogi ini merupakan ajaran yang mewadahi dimensi-dimensi manusia. Pertama, dimensi keimanan. Dimensi ini berpusat pada keyakinan personal manusia terhadap;Kemahaesaan Tuhan;, pada;al Nubuwwat; (kenabian dan kitab-kitab suci) Dan;al Ghaibiyyat” (metafisika). Dimensi ini biasanya juga dikenal dengan istilah “aqidah”. Kedua adalah dimensi aktualisasi keyakinan tersebut yang bersifat eksoterik (hal-hal yang dapat dilihat, yang lahiriyah). Dimensi ini berisi aturan-aturan bertingkahlaku baik tingkah laku personal dengan Tuhannya, tingkah laku interpersonal yakni antar suami-isteri Dan bertingkahlaku antar personal. Dimensi ini biasanya disebut “syari’ah”. Ketiga aturan ini kemudian dirumuskan oleh para ulama Islam: aturan ibadah, aturan hukum keluarga (al ahwal al syakhshiyyah), Dan aturan mu’amalat atau pergaulan antar manusia Dalam ruang publik dengan segala persoalannya. Dimensi ketiga adalah aturan-aturan yang mengarahkan gerak hati (dimensi esoterik) yang diharapkan akan teraktualisasi Dalam sikap- sikap moral luhur atau al Akhlaq al Karimah. Ini biasanya disebut juga dimensi “tasawuf/akhlaq”.Seluruh dimensi ajaran Islam tersebut diambil dari sumber-sumber otoritatif Islam yakni al Qur-an Dan Hadits Nabi. Kedua sumber utama Islam ini mengandung prinsip-prinsip, dasar-dasar normatif, hikmah-hikmah Dan petunjuk-petunjuk yang diperlukan bagi hidup Dan kehidupan manusia. Al Qur-an menyatakan : “Kami tidak melupakan sesuatupun di Dalam al Kitab”. Q.S.Al An’am,6:38). Dari sini para ulama kemudian mengeksplorasi Dan mengembangkan kandungannya untuk menjawab kebutuhan manusia Dalam ruang Dan waktu yang berbeda-beda Dan berubah-ubah.
Ekplorasi Dan pengembangan tersebut dilakukan melalui alat Analisis yang bernama Ijtihad, Istinbat atau Ilhaq al Masail bi Nazha-iriha atau sebutan lain yang identik dengan aktifitas intelektual. Alat-alat Analisis inilah yang kemudian melahirkan khazanah intelektual Islam yang maha kaya Dalam beragam disiplin Ilmu Pengetahuan Dan teknologi. Inilah yang kemudian menciptakan Peradaban Islam yang gemilang. Aktifitas intelektual kaum muslim paling produktif Dalam Sejarah Islam lahir pada tiga abad pertama Islam. Menelusuri aktifitas intelektual kaum muslimin pada tiga abad pertama Islam kita menemukan bahwa para sarjana Klasik Islam. Klasik ternyata tidak melakukan dikotomisasi antara Ilmu Pengetahuan agama dan Pengetahuan umum (sekuler). Mereka meyakini bahwa beragam jenis Ilmu Pengetahuan adalah Ilmu Allah yang mahakaya. Bahkan pergulatan intelektual mereka dilakukan dengan mengadopsi secara selektif produk-produk Ilmu Pengetahuan Helenistik dan Persia terutama Dalam bidang filsafat Dan fisika.Aspek Hukum Islam Pada takaran pengetahuan keagamaan, bidang paling hidup Dan produktif adalah bidang hukum. Ini memang wajar karena tingkahlaku manusia senantiasa bergerak Dan ruang Dan waktu yang semakin meluas Dan cepat disamping ini paling mudah dipahami banyak orang. Maka sampai abad ke IV H, Peradaban Islam telah menghasilan ratusan para ahli hukum Islam terkemuka (mujtahidin) selain empat Imam mujtahid; Abu Hanifah, Malik bin Anas, Muhammad bin Idris al Syafi’i Dan Ahmad bin Hanbal. Mereka bekerja keras untuk mengeksploitasi Dan mengembangkan hukum Islam bagi keperluan masyarakat yang senantiasa berkembang. Masing-masing dengan metodanya dan kecenderungannya sendiri-sendiri. Produk-produk hukum mereka yang dikemudian hari dikenal dengan sebutan “fiqh”, senantiasa memiliki relevansi dengan konteks sosio-kulturalnya masing-masing. Jika kita harus memetakan pola fiqh ke empat mazhab paling terkenal di atas, maka dapat kita kemukakan : Mazhab Hanafi adalah mazhab ahl al Ra’y (rasionalis), mazhab Maliki; mazhab “muhafizhin” (menjaga tradisi), Syafi’i mazhab al Tawassuth, dan hambali mazhab “mutasyaddidin”.Haeruddin(www.tomoutou.com.10/10/2009)










BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Peradaban seringkali diartikan sama dengan kebudayaan menurut a.a. Fyzee, Peradaban (civilization) dapat diartikan dalam hubungannya dengan kewarganegaraan karena berasal dari kata civies (latin) atau civil (inggris) yang berarti seorang warganegara yang berkemajuan
Islam secara doktirial sangat mendukung pengembangan ilmu. Dalili naqli yang sering di kemukakan para ahli, misalnya Surat Al-Alaq ayat 1-5. Serta ayat-ayat yang mengandung pertanyaan retorik dari Allah semacam afala ta’qilun (apakah engkau tidak berakal), atai afala tatafakkarun (apakah engkau tidak berfikir) yang pada intinya mendorong umat muslim untuk menggunakan dan mengembangkan akal fikirannya untuk menuntut ilmu yang terdapat dalam surat Az-Zumar ayat 39.
Islam menyajikan sistem tolong menolong antarumat dalam lapangan politik, perekonomian, kehidupan sosial, bahkan sistem perdamaian. Islamlah yang mencetuskan sistem perjanjian, konsulat, suaka politik, dan dakwah. Kerja sama dan kontak ekonomi dibolehkan dengan pihak lain, seperti Yahudi, Persia dan Romawi.
B. SARAN
Diharapkan kepada seluruh mahasiswa pada umumnya. Dan pada mahasiswa/i semester tiga pada khususnya. Agar lebih belajar dengan giat tentang Sejarah Peradaban Islam supaya kita lebih mengenal bagaimana sebuah Peradaban tejadi yang pada makalah ini dititik beratkan pada Sejarah Peradaban Islam Sebagai Ilmu Pengetahuan.

DAFTAR PUSTAKA
Abdul Karim. 2007. Sejarah Pemikiran dan Peradaban Islam. Pustaka Book Publisher: Yogyakarta
Abu Ishaq Al- Syathibi. 2006. Al Muwafaqat fi Ushul al Syari’ah. diterjemahkan oleh Mukhsin dkk. YayasanUIN Jakarta: Jakarta
Azyumardi. 2002. Pendidikan Islam.PT Logos Wacana Ilmu: Jakarta
Musyrifah Sunanto, 2004. Sejarah Islam Klasik. Fajar Inter Pratama Offset: Jakarta Timur
Siti Maryam.2003. Sejarah Peradaban Islam dari Masa Klasik Hingga Modern. Lesfi Yogyakarta: Yogyakarta
http://ahmadsamantho.wordpress.com/10/10/2009/sejarah-peradaban-islam-berawal-dari-sains-dan-berakhir-dengan-politik/.
http://elvanarticle.blogspot.com/15/10/2009/sejarah-peradaban-islam.html
http://hapbiker.wordpress.com/15/10/2009/manfaat-mempelajari-sejarah/
http://id.wikipedia.com/15/10/2009/wiki/Ilmu.

Rabu, 03 Februari 2010

cara membuat blog

Cara Membuat Blog
Membuat Blog Itu Mudah
Pada Lensa ini Anda akan dipandu membuat blog dari blogger.com. Anda akan mampu membuat blog tanpa perlu berdiri terlebih dari kursi Anda saat ini, karena sangat mudahnya.
Contents at a Glance

1. Langkah 1: Daftar Google
2. Langkah 2: Daftar Blog
3. Langkah 3: Membuat Blog

4. Langkah ke 4 Blog Template
5. Belajar Membuat Blog Selesai
6. Lensa Lainnya

more...
Contents at a Glance

1. Langkah 1: Daftar Google
2. Langkah 2: Daftar Blog
3. Langkah 3: Membuat Blog
4. Langkah ke 4 Blog Template

5. Belajar Membuat Blog Selesai
6. Lensa Lainnya
7. Download eBook Gratis

less...
Langkah 1: Daftar Google
Daftarkan Diri Anda di Google
Lho koq? Koq di Google? Katanya mau ngajarin bikin blog di blogger.com, koq malah di Google? Tidak salah, karena untuk masuk ke blogger, Anda harus memiliki login google.com.

Silahkan kunjungi http://www.blogger.com. Anda akan mendapatkan halaman seperti pada gambar dibawah.

Jika Anda sudah memiliki login di Google, Anda tinggal login, maka Anda akan masuk ke Control Panel atau Panel Kontrol.

Oh ya, Anda bisa memilih bahasa, apakah Bahasa Indonesia atau bahasa Inggris.

Untuk kali ini saya anggap Anda belum memiliki login Google.

Klik tanda panah besar yang bertuliskan CIPTAKAN BLOG ANDA.

Sejauh ini sangat mudah dan akan terus mudah.

Halaman Pertama
Langkah 2: Daftar Blog
Lengkapi Pendaftaran Anda
Setelah Anda klik tanda panah besar yang bertuliskan CIPTAKAN BLOG ANDA, maka akan muncul formulir seperti yang ada pada gambar dibawah ini.

Proses ini akan menciptakan account Google yang dapat Anda gunakan pada layanan Google lainnya. Jika Anda sudah memiliki sebuah account Google mungkn dari Gmail, Google Groups, atau Orkut.

Satu account Google bisa digunakan untuk mengakses semua fasilitas yang disediakan oleh Google.

Jika Anda sudah memiliki accout google, Anda bisa langsung login (masuk). Untuk login ke Google, Anda harus login dengan menggunakan alamat email.

Silahkan lengkapi.

1. Alamat email yang Anda masukan harus sudah ada sebelumnya. Anda akan dikirim konfirmasi ke email tersebut. Jika Anda menggunakan email palsu atau email yang baru rencana akan dibuat, maka pendaftaran bisa gagal. Anda tidak perlu menggunakan email gmail.com. Email apa saja bisa.

2. Lengkapi data yang lainnya.

3. Tandai "Saya menerima Persyaratan dan Layanan" sebagai bukti bahwa Anda setuju. BTW Anda sudah membacanya?

Setelah lengkap, klik tanda panah yang bertuliskan lanjutkan.

Form Pendaftaran 1

Form Pendaftaran 2
Langkah 3: Membuat Blog
Memilih Nama Blog dan URL Blog
Jika Anda berhasil, Anda akan dibawa ke halaman seperti pada gambar dibawah. Jika gagal? Gagal biasanya karena verifikasi kata Anda salah. Itu wajar karena sering kali verifikasi kata sulit dibaca. Yang sabar saja, ulangi sampai benar. Saya sendiri sampai mengulang 3X.

Setelah Anda berhasil mendaftar, Anda akan dibawa ke halaman seperti yang ada pada gambar dibawah. Sekarang Anda mulai membuat blog dengan mengisi nama dan alamat blog Anda.

Sebagai contoh, saya menamakan blog tersebut dengan nama Hasna Zahidah. Sssst, jangan curiga, Hasna adalah putri saya. Saya memilih alamat blog dengan alamat http://hasna-zahidah.blogspot.com
sebagai alaternatif, bisa juga http://hasnazahidah.blogspot.com.

Jika Anda membuat lensa dengan tujuan mempromosikan produk Anda atau produk afiliasi, maka dalam memilih nama, harus berisi nama produk atau jasa yang akan Anda tawarkan. Misalnya jika Anda ingin menjual ebook saya, Anda bisa memilih kata kunci seperti motivasi, sukses, berpikir positif, dan kata-kata kunci lainnya yang sesuai.

Anda juga bisa meneliti kata kunci yang paling banyak dicari orang (tentu harus berhubungan dengan produk yang Anda jual) di
https://adwords.google.com/select/KeywordToolExternal

Anda bisa mengecek ketersediaan alamat blog yang Anda pilih. Jika tersedia bisa Anda lanjutkan. Jika tidak tersedia, maka Anda harus kreatif mencari nama lain atau memodifikasi alamat yang sudah ada, misalnya ditambahkan abc, xzy, 101, dan bisa juga dengan menyisipkan namaAnda.

Lanjutkan dengan klik tanda panah bertuliskan LANJUTKAN.

Proses Pembuatan Blog
Langkah ke 4 Blog Template
Pilih desain yang sesuai dengan selera Anda.
Berhasil? Tentu saja berhasil, memang mudah koq. Jika berhasil, Anda akan diarahkan ke halaman seperti yang ada pada gambar dibawah.

Pilihlah tema yang sesuai dengan selera Anda. Jika tidak ada yang sesui dengan selera Anda, jangan khawatir, nanti masih banyak pilihan tema yang bisa Anda install sendiri. Sekarang pilih saja tema agar proses pembuatan blog bisa diselesaikan. Anda bisa preview tema dengan klik gambarnya.

Untuk Memilih tema Anda klik (tandai) bulatannya o seperti pada gambar dibawah. Lihat yang saya tunjuk dengan panah merah buatan saya.

Setelah itu Anda klik tanda panah yang bertuliskan LANJUTKAN

Memilih Tema
Belajar Membuat Blog Selesai
Sekarang tinggal posting, pengaturan, dan tata letak
Selamat, sekarang Anda sudah memiliki sebuah blog. Sekarang Anda sudah mulai bisa memposting pemikiran Anda di blog dan dibagi ke seluruh dunia (eh Indonesia).

Memang masih ada beberapa hal yang harus Anda lakukan, yaitu pengaturan, tata letak, penambahan eleman, dan penggantian tema jika Anda menginginkan tema yang lain. Ini untuk tingkat lanjut.

Setidaknya, Anda sudah memiliki blog dan bisa posting. Hal ini sudah cukup untuk tahap awal. Untuk mendalami masalah Blog lebih dalam, saya anjurkan Anda membaca ebook Nge-Blog Dapat Duit.

Pada ebook tersebut, bukan hanya diajarkan cara nge-blog, tetapi juga bagaimana mendapatkan uang dari blog. Saya sendiri sudah membuktikannya, saya mendapatkan uang dari ngeblog. Jangan heran kalau saya rajin ngeblog.
Lensa Lainnya
Berikut adalah panduan lainnya yang akan mendukung Anda dalam kegiatan ngeblog. Ngblog perlu kreativitas, oleh karena itu tingkatkan kreativitas Anda. Silahkan baca pada lensa dibawah ini. Ngeblog jelas memerlukan kemampuan menulis? Saya sertakan juga lensa tentang cara menulis. Dan yang terpenting, blog harus dipromosikan supaya banyak pengunjung. Caranya ada pada link dibawah.

featured lens Cara Menulis

Menulis itu ekspresi diri, menulis itu menyenangkan, menulis itu bisa menghasilkan uang, dan menulis adalah bagian dari kehidupan kita. Namun sayang, masih banyak orang yang menganggap bahwa menulis itu sulit. Lensa ini akan menunjukan kepada Anda ba...

featured lens Promosi Blog

Apakah Anda sudah punya blog? Lalu bagaimana? Tergantung tujuan Anda, jika tujuan Anda membuat blog hanya untuk mencurahkan isi hati dan pikiran tanpa perlu diketahui oleh orang lain, maka sudah punya blog Anda tinggal menggunakannya untuk menulis....

featured lens Cara Berpikir Kreatif

Merupakan sebuah kenyataan bahwa upaya kreatif berkaitan dengan antusiasme dan gairah dan dikenal sebagai faktor substantial pada tingkat puncak kinerja. Lensa ini akan menunjukan bagaimana cara kita meningkatkan kreativitas. Jangan sampai Anda hany...

sejarah pendidikan pada masa al-makmun

SEJARAH PENDIDIKAN ISLAM PADA MASA AL-MA’MUN
BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Proses pendidikan sebenarnya telah berlangsung sepanjang sejarah dan berkembang sejalan dengan perkembangan sosial budaya manusia di bumi. Proses pewarisan dan pengembangan budaya manusia yang bersumber dan berpedoman pada ajaran Islam sebagaimana termaktub dalam Al Qur`an dan terjabar dalam Sunnah Rasul bermula sejak Nabi Muhmmad SAW menyampaikan ajaran tersebut pada umatnya.
Pembahasan tentang pertumbuhan dan perkembangan pendidikan Islam dibagi dalam lima periodisasi, yaitu periode pembinaan pendidikan Islam pada masa Nabi Muhammad SAW, periode pertumbuhan pendidikan Islam yang berlangsung sejak Nabi Muhammad SAW wafat sampai masa akhir Bani Umayyah, periode kejayaan (puncak perkembangan) pendidikan Islam yang berlangsung sejak permulaan Daulah Abbasiyah sampai jatuhnya Baghdad, periode kemunduran pendidikan Islam, yaitu sejak jatuhnya Baghdad sampai jatuhnya Mesir ke tangan Napoleon yang ditandai dengan runtuhnya sendi-sendi kebudayaan Islam dan berpindahnya pusat-pusat pengembangan kebudayaan ke dunia Barat dan periode pembaharuan pendidikan Islam yang berlangsung sejak pendudukan Mesir oleh Napoleon sampai masa kini yang ditandai dengan gejala-gejala kebangkitan kembali umat dan kebudayaan Islam.
Dalam makalah ini akan dibahas Sejarah Pendidikan Islam pada masa Al-Ma’mun yang berlangsung sejak permulaan Daulah Abbasiyah yang diwarnai oleh berkembangnya ilmu aqliyah dan timbulnya madrasah serta memuncaknya perkembangan kebudayaan Islam.
Pembahasan pada masa ini merupakan rangkaian pembahasan Sejarah Pendidikan Islam, Karena pada hakikatnya suatu peristiwa sejarah seperti halnya Sejarah Pendidikan Islam selalu berkaitan dengan peristiwa lainnya yang saling berhubungan yang mengakibatkan terjadinya rentetan peristiwa serta memberinya dinamisme dalam waktu dan tempat.
Semoga dengan makalah ini pembaca dapat menambah pengetahuan tentang peristiwa sejarah khususnya Sejarah Pendidikan Islam pada Masa Al-Ma’mun.

B. PERUMUSAN MASALAH
Adapun masalah yang akan dibahas adalah seputar pengertian sejarah, pengertian pendidikan, pengertian Islam, pengertian Sejarah Pendidikan Islam dan Sejarah pendidikan Islam pada masa Al-Ma’mun serta sedikit menyinggung tentang peradaban Islam.







BAB II
PEMBAHASAN

A. PENGERTIAN
1. sejarah
Pengertian Sejarah secara etimologis berasal dari kata arab "syajarah" yang mempunyai arti "pohon kehidupan". Dalam bahasa Asing lainnya, peristilahan sejarah disebut histore (Perancis), geschicte (Jerman), histoire atau geschiedenis (Belanda), dan history (Ingris) (Siti Maryam: 2003: 3)
Ada juga yang mengistilahkan sejarah dari kata tarikh atau sirah (bahasa Arab) yang berasal dari bahasa Yunani, yaitu istoria yang berarti ilmu. Dalam penggunaannya, filosuf Yunani memakai kata istoria untuk pertelaan sistematis mengenali gejala alam. Perkembangan selanjutnya, istoria dipergunakan untuk pertelaan mengenai gejala-gejala ”terutama hal ihwal manusia” dalam urutan kronologis (Louis Gottschalk, 1986: 27)
Menurut Ibn Khaldum, sejarah ialah menunjuk kepada peristiwa-peristiwa istimewa atau penting pada waktu atau ras tertentu. Sedangkan menurut Al-Maqrizi, bahwa sejarah ialah memberikan informasi tentang sesuatu yang pernah terjadi di dunia, yang di perkuat oleh Guralnik (G.Ed), 1964:354-355: History: All Recorded Events Of The Past. Meskipun terdapat perbedaaan dalam penekanan teorinya namun mereka sepakat, bahwa sejarah adalah masa lalu yang tidak hanya sekedar memberi informasi tentang terjadinya peristiwa, tetapi juga memberi interpretasi yang terjadi dengan melihat kepada hukum kausalita (Azyumardi Azra: 2002:11)
2. Pendidikan
Menurut Pancasila dan UUD 1945 pendidikan adalah usaha manusia untuk meningkatkan kepribadiannya dengan jalan membina potensi-potensi pribadinya (akal pikiran, hati, dan jasmani). Ada juga yang menyatakan Pendidikan adalah segala pengalaman belajar dalam lingkungan dan sepanjang hidupnya. Di dalam GBHN tahun 1973, pendidikan adalah usaha sadar untuk mengembangkan kepribadian dan kemampuan di dalam dan di luar sekolah dan berlangsung seumur hidup.
Dari pernyataan di atas dapat kita tarik kesimpulan bahwa pendidikan adalah usaha sadar manusia untuk meningkatkan kepribadian dan kemampuan yang berdasarkan pengalaman dengan jalan membina potensi-potensi pribadinya di dalam dan di luar sekolah dan berlangsung seumur hidup.
3. Islam
Islam secara harfiyah berasal dari bahasa Arab yang mengandung arti selamat, sentosa dan damai. Arti pokok Islam adalah ketundukan, keselamatan dan kedamaian (Erwin Mahrus & Moh. Haitami Salim, 2008: 2).
Sedangkan menurut istilah Islam adalah agama yang ajaran-ajarannya diwahyukan Tuhan kepada masyarakat manusia melalui Nabi Muhammad SAW. Sebagai rasul Nabi Muhammad membawa Islam pada hakikatnya terdapat ajaran-ajaran yang bukan hanya mengenai satu segi, tetapi mengenai berbagai segi dari kehidupan manusia (Harun Nasution: 2005: 17).
4. Sejarah Pendidikan Islam
Dari pengertian sejarah, pendidikan, dan Islam dapat kita simpulkan bahwa Sejarah Pendidikan Islam adalah perkembangan atau kemajuan suatu pendidikan yang mencakup pada semua ruang lingkup agama Islam.

B. SEJARAH PENDIDIKAN ISLAM PADA MASA AL-MA’MUN
Sebelum kita membahas tentang Sejarah Pendidikan Islam pada Masa Al-Ma’mun alangkah baiknya kita mengulas sedikit Sejarah Pendidikan Islam pada Masa Kejayaan supaya mudah dimengerti.
Masa kejayaan pendidikan Islam merupakan satu periode dimana pendidikan Islam berkembang pesat yang ditandai dengan berkembangnya lembaga pendidikan Islam dan madrasah (sekolah-sekolah) formal serta universitas-universitas dalam berbagai pusat kebudayaan Islam. Lembaga-lembaga pendidikan sangat dominan pengaruhnya dalam membentuk pola kehidupan dan pola budaya umat Islam. berbagai ilmu pengetahuan yang berkembang melalui lembaga pendidikan itu menghasilkan pembentukan dan pengembangan berbagai macam aspek budaya umat Islam.
Pada masa kejayaan ini, Pendidikan Islam merupakan jawaban terhadap tantangan perkembangan dan kemajuan kebudayaan Islam. kebudayaan Islam telah berkembang dengan cepat sehingga mengungguli dan bahkan menjadi puncak budaya umat manusia pada masa itu.
Pendidikan Islam mencapai puncak kejayaan pada masa dinasti Abbasiyah, yaitu pada masa pemerintahan Harun al Rasyid (170-193 H). Karena beliau adalah ahli ilmu pengetahuan dan mempunyai kecerdasan serta didukung negara dalam kondisi aman, tenang dan dalam masa pembangunan sehingga dunia Islam saat itu diwarnai dengan perkembangan ilmu pengetahuan
(www.haryono10182.10/11/2009).
Kekuasan Bani Umayah berakhir atas pembenrintakan yang dimotori oleh Abu Al-Abbas dari Bani Abbas yang bekerja sama dengan Abu Muslim Al-Khurasani dari Syi’ah. Pendiri Dinasti Abbas itu adalah Abu Al-Abbas (750-754 M). Khalifah yang termasyhur dari Bani Abbas adalah Harun Al-Rasyid (785-809 M) dan Al-Ma’mun (813-833), kekayaan Negara dipergunakan mereka untuk mendirikan rumah sakit, pendidikan kedokteran, sekolah farmasi, menggaji penerjemah dan pemandian-pemandian umum (Siti Maryam dkk, 2003: 122).
Setelah wafatnya Harun Al-Rasyid, keluarga dari Bani Abbas melanjutkan kekhalifahannya, yaitu Al-Ma’mun (813-833). Pada kekhalifahan Al-makmun sangat memperhatikan ilmu pengetahuan. Hal yang paling menonjol dalam bidang pendidikan pada masa Al-Makmun adalah menterjemahkan kitab yang berbahasa Yunani ke dalam bahasa Arab, karena beliau sangat mendukung gerakan penerjemah tersebut dan beliau juga menggaji mahal golongan penerjemah dengan setara bobot emas supaya keinginan beliau tercapai yaitu mengembangkan Ilmu Pengetahuan sebagai super power dunia ketika itu (Atang ABD Hakim & Jaih Mubarok, 2003: 142)
Tim penerjemah yang dibentuk Al-Ma’mun terdiri dari Hunain Ibn Ishaq sendiri dan dibantu anak dan keponakannya, Hubaish, serta ilmua lain seperti Qusta ibn Luqa, seorang beragama Kristen Jacobite, Abu Bisr Matta ibn Yunus, seorang Kristen Nestorian, Ibn ‘Adi, Yahya ibn Bitriq dan lain-lain. Tim ini bertugas menerjemahkan naskah-naskah Yunani terutama yang berisi ilmu-ilmu yang sangat diperluka seperti kedokteran, bidang astrologi, dan kimia (Siti Maryam dkk, 2003: 125).
Khalifah Al-Makmun yang berbasis pangikut di Persia mengalami kemajuan di berbagai bidang, baik ilmu agama maupun ilmu umum. Ketika Al-Makmun memerintah timbul masalah agama yang pelik, yakni faham apakah Al-Qur’an itu makhluk atau bukan (Ali Mufrodi, 1997: 96)
Sejak Al-Hadi (paman Al-Ma’mun) wafat ketika awal pemerintahan Al-Ma’mun muncul ilmu Falsafi (Al-Qur’an) dan munculnya ilmu kedokeran. Ia mewajibkan kepada para ulama menghapal Al-Qur’an. Munculnya pemahaman Al-Qur’an ini makhluk dikemukakan Al-Mu’tasyim (saudara Al-Ma’mun) (Samsul Nizar, 2007: 85).

C. KONSEP DASAR PENDIDIKAN ISLAM PADA MASA AL-MA’MUN
Pada masa khalifat ke-7 yaitu Al-Ma’mun ada dua konsep dasar pendidikan, yaitu multikultural dan intuisi.
1. Konsep Dasar Pendidikan Multikultural
Menurut pakar pendidikan, Azyumardi Azra mendefinisikan pendidikan multicultural sebagai “pendiidkan untuk atau tentang keragaman kebudayaan dalam merespon perubahan demokrafi dan kultur lingkungan masyarakat tertentu atau bahkan dunia secara keseluruhan.
Sedangkan menurut Hariansyah, ditinjau dari sudut psikologi bahwa pendidikan multicultural memandang manusia memiliki beberapa dimensi yang harus diakomodir dan dikembangkan secara keseluruhan. Bahwa manusia pada dasarnya adalah pengakuan akan pluralitas (jama’), heterogenitas (keanekaragaman), dan keberagaman manusia itu sendiri. Keberagaman itu bisa berupa ideologi, agama, paradigm, pola pikir, kebutuhan, keinginan dan tingkat intelektual (Suwito & Fauzan. 2005: 26).
2. Konsep Dasar Pendidikan Multikultural di Intuisi Pendidikan Islam
Intuisi pendidikan Islam zaman Al-Ma’mun, termasuk kategori lembaga pendidikan Islam yang klasik. George Maksidi membagi intuisi pendidikan Islam klasik berdasarkan kriteria materi pelajaran yang diajarkan di sekolah-sekolah Islam, menjadi dua tipe, yaitu: intuisi pendidikan inkluisif (terbuka) terhadap pengetahuan umum dan intuisi pendidikan eksklusif (tertutup) terhadap pengetahuan umum (Suwito & Fauzan. 2005: 27).
Berdasarkan penggolongan George Maksidi, Intuisi Pendidikan Islam zaman Al-Ma’mun dapat dikelompokkan sebagai berikut:
a) Maktab/kuttab adalah intuisi dasar, maka yang diajarkan di maktab/kuttab adalah khat, kaligrafi, Al-Qur’an, akidah, dan syair.
b) Halaqah artinya lingkaran (murid-murid yang melingkari gurunya yang duduk di atas lantai). Halaqah merupakan intuisi pendidikan Islam setingkat dengan pendidikan tingkat lanjutan.
c) Majelis adalah intuisi pendidikan yang digunakan untuk kegiatan transmisi keilmuan dari berbagai desiplin ilmu, sehingga majelis banyak ragamnya. Ada 7 macam majelis, yaitu: majelis Al-Hadits, Al-Tadris, Al-Munazharah, Al-Muzakarah, Al-Syu’ara, Al-Adab, Al-Fatwa.
d) Masjid merupakan intuisi pendidikan Islam yang sudah ada sejak masa Nabi Muhammad SAW.
e) Khan berfungsi sebagai asrama pelajar dan tempat penyelenggaraan pengajaran agama satu diantaranya fiqh
f) Ribath adalah tempat kegiatan kaum sufi yang ingin menjauhkan dari kehidupan diniawi untuk mengonsentrasikan diri beribadah semata.
g) Rumah-rumah ulama digunakan untuk melakukan tranmisi ilmu agama, ilmu umum dan kemungkinan lain petdebatan ilmiah.
h) Took buku dan perpustakaan berperan sebagai tempat tranmisi ilmu dan islam.
i) Observatorium dan rumah sakit sebagai konsep Dasar Pendidikan Multikultural di Intuisi Pendidikan Islam (Suwito & Fauzan. 2005: 27-28).

D. PENGARUH PENDIDIKAN BERBASIS MULTIKUL-TURAL ZAMAN AL-MA’MUN
Pada Al-Ma’mun mengembangkan perpustakaan Bait Al-Hikmah, yang sebelumnya pada masa Harun Al-Rasyid bernama Khizanah Al-Hikmah (hazanah kebijaksanaan) yang berfungsi sebagai perpustakaan dan tempat penelitian. Bait Al-Hikmah maju sangat pesat karena terdapat buku-buku kuno yang didapat dari Persia, Bizantium, dan bahkan Etiopia serta India. Pada masa Al-Ma’mun Bait Al-Hikmah bukan hanya berfungsi sebagai perpustakaan dan pusat penelitian saja, tetapi beliau memanfaatkan sebagai pusat kegiatan studi dan riset astronomi serta matematika (Siti Maryam dkk, 2003: 127).
Kebudayaan bangsa, kondisi sosial-politik, ekonomi, dan pendidikan yang berbasis multikultural pada zaman Al-Ma’mun membawa pengaruh yang luar biasa terhadap kemajuan peradaban bangsa, sebagaiman yang dipaparkan berikut ini.
1. Terjalinnya asimilasi (proses penyusaian sifat dari yang lain) antara bangsa Arab dengan bangsa-bangsa lain yang lebih dahulu mengalami perkembangan dibidang ilmu pengetahuan dan teknologi.
2. Gerakan terjemahan yang dikelola dalam suasana keberagaman, kesederajatan, perbedaan-perbedaan kebudayaan toleransi terhadap semua kelompok dan agama khususnya agama Kristen membawa pengaruh pada kemajuan ilmu pengetahuan umum juga ilmu pengetahuan agama.
3. Kebebasan dalam memilih materi dan guru bagi murid dalam proses belajar mengajar dan hubungan yang harmonis antara guru dan murid serta nilai-nilai toleransi antara keduanya mempercepat berkembangnya ilmu pengetahuan dan lahirnya imam-imam mazhab, seperti Imam Mazhab Muhammad ibn Idris As-Syafi’i (767-820 M) dan Imam Mazhab Ahmad ibn Hambal (780-855 M). demikian pula proses rekrutmen murid yang dilakukan dengan kebebasan, keterbukaan dan kesetaraan dengan memberikan kesempatan seluas-luasnya kepada murid yang tidak mampu dan yatim piatu serta beasiswa dari para dermawan, para ulama, dan penguasa kepada mereka berdampak positif terhadap pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan (Suwito & Fauzan. 2005: 27-28).

E. TOKOH-TOKOH PENDIDIKAN MULTIKULTURAL ZAMAZ AL-MA’MUN
Pada masa Al-Makmun ada beberapa tokoh yang turut serta mengembangkan ilmu pengetahuan. tokoh-tokoh tersebut yaitu:

1. Khalifah Al-Ma’mun (813-833 M)
Nama lengkap Al-Ma’mun adalah Abdul Abbas Abdullah Al-Ma’mun (167-218 H/ 783-833 M). ia seorang khalifah Abbasiyah, putra Harun Al-Rasyid. Ia memperkarsai kegiatan ilmuan-ilmuan dan penerjemahan buku karya-karya ilmuan Yunani kedalam bahasa Arab. Ia juga mendirikan akademik di Baghdad yang bernama Bayt Al-Hikmah (gedung kebijaksanaan) yang didalamnya terdapat observatorium yang diperintah untuk mengembangan ilmu pengetahuan.
2. Muhammad Ibn Musa Al-Hawarizmi (780-850 M)
Beliau ahli dibidang al-jabar dan astronomi, beliau juga direktur perpustakaan Bayt Al-Hikmah atau pusat studi dan riset astronomi serta matematika. Beliau seorang nasionalis dan ahli Pahlevi, dan sebagai tokoh pendidik multikultural karena ikut menciptakan suasana bebas, terbuka, toleran, dan sederajat dalam mengelola Bayt Al-Hikmah dan upaya menterjemahkan buku-buku warisan Hellenisme dari Yunani kedalam bahasa Arab.
3. Al-Kindi (809-866 M)
Al-Kindi adalah filsuf muslim pertama. Beliau amat masyur namanya sebagai ilmuan. Al-Kindi dikelompokkan sebagai tokoh humanis dan ialah yang pertama kali mengajak kaum muslim untuk hidup saling memahami dan menyelaraskan pemikiran-pemikiran yang berbeda-beda (Suwito & Fauzan. 2005: 32-33).
Dalam bidang filsafat, membahas tentang persoalan-persoalan umat Islam ynag berkaitan dengan kepercayaan dan pemikiran baik secara teoritis maupun praktis, kemanusiaan maupun ketuhanan yang dianggap oleh umat Islam perlu untuk menjawab sebagai pegangan hidup keseharian maupun untuk keselamatan yang lebih tinggi. Pada masa ini pemikiran filsafat mencakup bidang keilmuan ynag sangat luas seperti logika, geometri, astronomi, dan musik yang dipergunakan untuk menjelaskan pemikiran abstrak, garis dan gambar, gerakan dan suara (Siti Maryam dkk, 2003: 127).
BAB III
PENUTUP


A. KESIMPULAN
Menurut Ibn Khaldum, sejarah ialah menunjuk kepada peristiwa-peristiwa istimewa atau penting pada waktu atau ras tertentu. Sedangkan menurut Al-Maqrizi, bahwa sejarah ialah memberikan informasi tentang sesuatu yang pernah terjadi di dunia, yang di perkuat oleh Guralnik (G.Ed), 1964:354-355: History: All Recorded Events Of The Past. Meskipun terdapat perbedaaan dalam penekanan teorinya namun mereka sepakat, bahwa sejarah adalah masa lalu yang tidak hanya sekedar memberi informasi tentang terjadinya peristiwa, tetapi juga memberi interpretasi yang terjadi dengan melihat kepada hukum kausalita.
Menurut Pancasila dan UUD 1945 pendidikan adalah usaha manusia untuk meningkatkan kepribadiannya dengan jalan membina potensi-potensi pribadinya (akal pikiran, hati, dan jasmani). Ada juga yang menyatakan Pendidikan adalah segala pengalaman belajar dalam lingkungan dan sepanjang hidupnya. Di dalam GBHN tahun 1973, pendidikan adalah usaha sadar untuk mengembangkan kepribadian dan kemampuan di dalam dan di luar sekolah dan berlangsung seumur hidup.
Sedangkan menurut istilah Islam adalah agama yang ajaran-ajarannya diwahyukan Tuhan kepada masyarakat manusia melalui Nabi Muhammad SAW. Sebagai rasul Nabi Muhammad membawa Islam pada hakikatnya terdapat ajaran-ajaran yang bukan hanya mengenai satu segi, tetapi mengenai berbagai segi dari kehidupan manusia.
Dari pengertian sejarah, pendidikan, dan Islam dapat kita simpulkan bahwa Sejarah Pendidikan Islam adalah perkembangan atau kemajuan suatu pendidikan yang mencakup pada semua ruang lingkup agama Islam.
Khalifah Al-Makmun yang berbasis pangikut di Persia mengalami kemajuan di berbagai bidang, baik ilmu agama maupun ilmu umum. Ketika Al-Makmun memerintah timbul masalah agama yang pelik, yakni faham apakah Al-Qur’an itu makhluk atau bukan. Sejak Al-Hadi (paman Al-Ma’mun) wafat ketika awal pemerintahan Al-Ma’mun muncul ilmu Falsafi (Al-Qur’an) dan munculnya ilmu kedokeran. Ia mewajibkan kepada para ulama menghapal Al-Qur’an. Munculnya pemahaman Al-Qur’an ini makhluk dikemukakan Al-Mu’tasyim (saudara Al-Ma’mun).
Konsep dasar Pendidikan Islam pada masa Al-Ma’mun adalah konsep dasar Pendidikan Islam Mutikulrural dan Multikultural di Intuisikan. Sedangkan pengaruh pendidikan multikultural pada masa itu, yaitu terjalinnya asimilasi anatara bangsa Arab dengan bangsa-bangsa yang lain, terjalinnya toleransi terhadap agama, munculnya filsafat Islam dan lain sebagainya. Tokoh-tokoh Pendidikan Multikultural seperti Khalifah Al-Ma’mun, Muhammad Ibn Musa Al-Hawarizmi dan Al-Kindi.

B. SARAN
Diharapkan kepada seluruh mahasiswa pada umumnya. Dan pada mahasiswa/i semester tiga pada khususnya. Agar lebih belajar dengan giat tentang Sejarah Pendidikan Islam supaya kita lebih memahami Sejarah Pendidikan Islam yang pada makalah ini dititik beratkan pada Sejarah Pendidikan dalam Islam.






DAFTAR PUSTAKA

Ali Mufrodi. 1997. Islam di Kawasan Kebudayaan Arab. Jakarta: Logos Wacana Ilmu
Atang Abd. Hakim & Jaih Mubarok. 2003. Metodologi Studi Islam. Bandung: PT Remaja Rosdakarya
Azyumardi. 2002. Pendidikan Islam.PT Logos Wacana Ilmu: Jakarta
Erwin Mahrus & Moh. Haitami Salim. 2008. Pengantar Studi Islam. Pontianak: STAIN Pomtianak Press
Harun Nasution. 2005. Islam Ditinjau dari Berbagai Aspeknya. Jakarta: PT Universitas Indonesia
Louis Gottschalk. 1986. Mengerti Sejarah. Jakarta: UI-Press
Samsul Nizar. 2007. Sejarah Pendidikan Islam. Jakarta: Kencana Presada Media
Siti Maryam.2003. Sejarah Peradaban Islam dari Masa Klasik Hingga Modern. Yogyakarta : Lesfi Yogyakarta
Suwitno & Fauzan. 2005. Sejarah Sosial Pendidikan Islam. Jakarta: Kencana Persada Media
http://haryono10182.wordpress.com/10/11/2009/sejarah-pendidikan-islam

makalah ilmu kalam

SEJARAH KEMUNCULAN ILMU KALAM
DALAM ISLAM

A. PENDAHULUAN
Teologi, sebagaimana diketahui, membahas ajaran-ajaran dasar dari suatu agama setiap orang ingin menyelami seluk beluk agama secara mendalam, perlu mempelajari teologi yang terdapat dalam agama yang dianutnya. Mempelajari teologi akan memberi seseorang keyakinan-keyakinan yang berdasarkan pada landasan kuat, yang tidak mudah diombang-ambing oleh peredaran zaman.
Dalam istilah Arab ajaran-ajaran dasar itu disebut Ushul Al-Din. Teologi dalam Islam disebut juga ‘Ilm Al-Tauhid’ kata Tauhid mengandung arti satu atau esa dan keesaan dalam pandangan Islam sebagai agama monoteisme merupakan sifat yang terpenting diantara segala sifat-sifat Tuhan. Selanjutnya teologi Islam disebut juga ‘Ilm Al-Kalam’ kalam adalah kata-kata. Kalau yang dimaksud dengan kalam ialah firman Tuhan, maka teologi dalam Islam disebut ‘Ilm Al-Kalam, karena soal, kalam firman Tuhan atau Al-Quran pernah menimbulkan pertentangan-pertentanngan keras dikalangan umat Islam diabad – IX dan X Masehi, sehingga timbul penganiayaan dan pembunuhan-pembunuhan terhadap sesama muslim pada masa itu.
Dalam Islam sebenarnya terdapat lebih dari satu aliran teologi. Ada ajaran yang bersifat liberal, ada yang bersifat tradisional dan ada pula yang memiliki sifat antara liberal dan tradisional. Hal ini mungkin ada hikmahnya bagi para masing-masing aliran tersebut.
Makalah ini selanjutnya akan membahas Sejarah Munculnya Ilmu Kalam dalam Islam dimulai dari nama dan pengertian Ilmu Kalam, sumber-sumber, latar belakang, dan sejarah Ilmu Kalam serta perkembangannya.
Makalah disusun oleh Abdul Pandi, Abdul Rozi, Agung Sundoko, dan Ahmad Zaini, guna memenuhi tugas masa kuliah Ilmu Kalam.
B. NAMA DAN PENGERTIAN ILMU KALAM
Istilah Ilmu Kalam mengacu pada ulama yang membahas masalah-masalah “kalam” Allah. “ Kalam Allah” memiliki tiga acuan. Pertama, mengacu pada perkataan Allah yang diucapkan-Nya. Disebut Ilmu Kalam karena ilmu ini membahas masalah kalam Allah. Kedua, mengacu pada para Mutakallimin (ahli kalam) yang berdebat atau bertukar pikiran (kalam) mengenai masalah-masalah ketuhanan. Terlepas dari kedua kecenderungan tersebut, masalah “kalam Allah” memang menjadi pokok pembicaraan dalam ilmu ini.
Ilmu Kalam dikenal juga dengan nama lain theologi, ilmu ushuluddin; ilmu tauhid dan fiqh al-akbar. Theologi berarti ilmu ketuhanan, yakni cabang ilmu yang mempelajari segala sesuatu menganai Tuhan dan ajaran-Nya. Sebenarnya teologi berbeda dengan ilmu kalam. Teologi hanya dikenal di dunia Kristen yang dihubungkan dengan ilmu agama secara keseluruhan. Teologi disebut sebagai “ilmu Tuhan,” ilmu segala sesuatu yang berkaitan dengan Tuhan. Maka dalam tradisi Kristen, teologi berbicara tentang berbagai masalah yang menyangkut dengan agama, termasuk di dalamnya bagaimana mengatur masyarakat, menafsirkan bible, dan aspek mistik dalam agama. Sementara dalam tradisi Islam persoalan hukum dan tafsir serta mistik dipelajari terpisah dalam fiqh, tafsir dan tasawuf. Sementara ilmu tentang Tuhan sendiri dalam Islam dipelajari dalam Ilmu Kalam. Namun demikian, untuk menyederhanakan, dalam tulisan ini yang dimaksud dengan teologi adalah Ilmu Kalam itu sendiri.
Ilmu ushuluddin berarti ilmu tentang dasar-dasar agama. Masalah ketuhanan merupakan masalah dasar agama. Agama yang ada dan dianut oleh manusia pada hakikikatnya berasal dari Tuhan. Dan Tuhan-lah yang menjadi pusat dari keseluruhan praktik beragama. Karenanya mempelajari tentang Tuhan akan mempunyai landasan awal dalam mempelajari agama secara keseluruhan. Sementara “sementara tauhid” adalah ilmu yang mempelajari tentang keesaan Allah dan tidak ada syarikat bagi-Nya. Tujuan akhir ilmu ini adalah membuktikan keesaan-Nya dengan memberikan berbagai dalil, baik dalil naqli maupun dalil aqli. Ilmu Kalam disebut pula dengan fiqh al-akbar. Penyebutan ini mengacu pada klasifikasi keilmuan Islam dalam dua aspek, yakni ilmu-ilmu yang teoritis yang menyangkut keyakinan dan ilmu-ilmu aplikatif yang menyangkut penafsiran dan pelaksanaan agama dalam kehidupan. Ilmu Kalam dianggap bagian dari ilmu teoritis yang paling utama dan pertama. Karenanya ia disebut dengan fiqh al-akbar (www.RahmatFauza,ZuriRizkiZias&ZahrulFaizin.w4kg3ng.co.cc/26/10/2009).
Ada juga yang menyatakan bahwa Kalam adalah Ilmu Tauhid. Ilmu Tauhid adalah ilmu yang membicarakan tentang cara-cara menetapkan aqidah agama dengan mempergunakan dalil-dalil yang meyakinkan, baik dalil-dalil itu merupakan dalil naqli, dalil aqli, ataupun dalil widjani (perasaan halus). Karena pembahasannya yang paling menonjol menyangkut pokok ke-Esaan Allah yang merupakan asas pokok agama Islam, maka para ulama (mutakallimin) Ilmu Tauhid ini dinamakan Ilmu Kalam dan baru dikenal di masa Abbasiyah sedangkan merintis Ilmu Kalama adalah Abu Hasim (Teungku Muhammad Hasbi Ash Shiddieqy, 2001: 1)

C. SUMBER-SUMBER ILMU KALAM
Ada dua pengaruh yang dapat ditelusuri yang sekaligus juga sebagai sumber dan asal usul kemunculan Ilmu Kalam, yakni
1) Sumber Langsung
a) Al-Qur’an
Al-qur’an merupakan motivasi sehingga memunculkan pemikiran dalam Islam. Tiada lain adalah sebagai upaya akal dari para ulama Islam untuk menerangkan Islam dari sumbernya yang asli (Al-Qur’an).
Sebagai sumber Ilmu Kalam Al-Quran banyak menyinggung hal yang berkaitan dengan masalah ketuhanan, diantaranya adalah :
1) Q.S. Al-Ikhlas (112) : 3 – 4
2) Q.S. Asy-Syura (42) : 7
3) Q.S. Al- Furqan (25) : 59
4) Q.S. Al-Fath (48) : 10
5) Q.S. Thaha (20) : 39
6) Q.S. Ar-Rahman (55) : 27
7) Q.S. An-Nisa’ (4) : 125
8) Q.S. Al-Lukman (31) : 22
9) Q.S. Ali Imran (3) : 83 – 85
10) Q.S. Al-Anbiya (21) : 92
11) Q.S. Al-Hajj (22) : 78
Ayat-ayat diatas berkaitan dengan zat, sifat, asma, perbuatan, tuntunan dan hal-hal lain yang berkaitan dengan eksitensi Tuhan.
(www.RahmatFauza,ZuriRizkiZias&ZahrulFaizin.w4kg3ng.co.cc/26/10/2009).
b) Hadits
Ada pula beberapa hadits yang kemudian dipahami sebagian ulama sebagai prediksi Nabi SAW mengenai kemunculan berbagai golongan dalam Ilmu Kalam diantaranya adalah ;
“Hadits yang diriwayatkan dari Abdullah bin Umar . Ia mengatakan bahwa Rasulullah SAW bersabda, “ Akan menimpa umatku apa yang pernah menimpa Bani Israil telah terpecah belah menjadi 72 golongan dan umatku akan terpecah menjadi 73 golongan. Semuanya akan masuk neraka kecuali satu golongan saja, “ Siapa mereka itu wahai Rasulullah ?” Tanya para sahabat. Rasulullah menjawab, mereka adalah yang mengikuti jejak ku dan sahabat-sahabatku.’
Keberadaan Hadis-hadis diatas lebih dimaksudkan sebagai peringatan bagi para sahabat dan umat nabi tentang bahayanya perpecahan dan pentingnya persatuan (Adeng Mushtar Ghazali. 2003: 18).
2) Sumber Tidak Langsung
a) Pemikiran Manusia
Pemikiran manusia dalam hal ini, baik berupa pemikiran umat Islam sendiri atau pemikiran yang berasal dari luar umat Islam. Bentuk konkrit penggunaan pemikiran Islam sebagai sumber Ilmu Kalam adalah ijtihad yang dilakukan para Mutakallim dalam persoalan-persoalan tertentu yang tidak ada penjelasannya dalam Al-Qur’an dan hadits misalnya persoalan Manzillah Bain Al-Manzilatain (Posisi tengah diantara dua posisi) di kalangan Mu’tazilah.
Adapun sumber Ilmu Kalam berupa pemikiran yang berasal dari luar Islam dapat di klasifikasikan dalam dua katagori. Pertama, pemikiran non muslim yang telah menjadi peradaban lalu ditransfer dan diasimilasikan dengan pemikiran umat Islam. Proses transfer dan asimilasi ini dapat dimaklumi karena sebelum Islam masuk dan berkembang, dunia Arab (timur tengah) adalah suatu wilayah tempat diturunkannya Agama-agama samawi lainnya. Kedua, berupa pemikiran-pemikiran yang bersifat akademis, seperti Filsafat (terutama dari Yunani), sejarah dan sains
(www.RahmatFauza,ZuriRizkiZias&ZahrulFaizin.w4kg3ng.co.cc/26/10/2009).
b) Insting
Secara Instingtif, manusia selalu ingin bertuhan. Oleh sebab itu kepercayaan adanya Tuhan telah berkembang sejak adanya manusia pertama.
Abbas Mahmud Al-Akkad, mengatakan bahwa sejak pemikiran pemujaan terhadap benda-benda alam berkembang, di wilayah-wilayah tertentu pemujaan berkembang secara beragam.
Dari sini dapat disimpulkan bahwa kepercayaan terhadap Tuhan, secara instingtif, telah berkembang sejak keberadaan manusia pertama. Oleh sebab itu, sangat wajar kalau William L. Resee mengatakan bahwa ilmu yang berhubungan dengan ketuhanan, yang dikenal dengan istilah dengan theologia, telah berkembang sejak lama. Ia bahkan mengatakan bahwa teologi muncul dari sebuah mitos (thelogia was originally viewed as oncerned). Selanjutnya, teologi itu berkembang menjadi “theology natural” (teologi alam) dan “revealed theology” (teologi wahyu).
(www.RahmatFauza,ZuriRizkiZias&ZahrulFaizin.w4kg3ng.co.cc/26/10/2009).
D. LATAR BELAKANG LAHIRNYA ILMU KALAM
Dengan mengutip Asyahrastani, All Asy-Syabi mengatakan bahwa istilah Kalam mula-mula muncul pada masa pemerintahan khalifah Al-makmun (813-833M) dari daulah Abbasiyahdan dirintis oleh Abu Hasim. Alasan utama menggunakan istilah Kala mini boleh jadi karena masalah paling menonjol yang mereka perdebatkan yaitu tentang bicara sebagai salah satu sifat Tuhan.
Berbeda dengan pandangan Montogomery Watt, seorang Orentalis (orang yang meninjau atau melihat-lihat) dan Ismolog (ilmu yang menerangkan seluk beluk Islam)terkenal, bahwa istilah “Kalam” yang dikaitkan dengan ilmu keislaman itu jelas sekali mula-mula muncul sebagai ejekan yang mengisyaratkan bahwa para pendukungnya ialah orang-orang yang hanya berbicara (Al-Mutakallimun). Akan tetapi istilah itu berkembang menjadi istilah yang netral. Pendapat yang mirip itu dikemukakan oleh Michael Cook yang mengatakan bahwa para ahli kalam adalah pasukan dealestik (berfikir secara logis dan teliti) dari aliran-aliran yang saling bertengkar yaitu duta-duta ahli dalam kelompok-kelompok yang terlibat perang kata (Adang Muchtar Ghazali, 2005: 24)
Sedangkan menurut Erwin Mahrus dan Haitami Salim munculnya aliran dalam teologi Islam dapat dilatarbelakangi oleh sejumlah faktor penting. Pertama, pengaruh politik. Kedua, pengaruh filsafat. Ketiga, pengaruh perbedaan dalam memahami al-Qur,an.
1) Pengaruh Politik
Persoalan teologi di zaman Nabi Muhammad SAW ditanamkan oleh beliau melalui sikap dan tingkahlaku. Apabila muncul suatu masalah dapat langsung ditanyakan kepada Nabi.
Pada zaman Abu Bakar, umat Islam masih berada dala kondisi tenang. Akan tetapi setelah dia wafat dan diganti oleh Umar kemudian Utsman, mulailah timbul fitnah dan stabilitas politikpun terganggu. Misalnya, isu yang disebarkan oleh Abdullah ibn Saba’ bahwa orang yang paling berhak menggantikan Nabi adalah Ali ibn Thalib. Jadi Abu Bakar dan Utsman adalah mengambil hak Ali.
Perselisihan umat Islam tersebut terus berlanjut. Dan puncaknya pada waktu perang antara Ali ibn Abi Thalib dengan Mu’awiyah yang lebih dikenal dengan perang Shiffin, demikian pula perselisihan antara Ali ibn Abi Thalib dengan Aisyah yang menimbulkan perang Jamal.
Pada masa ini seorang yang berkecimpung dalam paham Muktazilah kurang lebih 40 tahun lamanya ingin menjembatani paham-paham yang saling bertentangan itu. Orang itu ialah Abdul Hasan Al-Asy’ari dan selanjutnya dibantu oleh Imam Maturidi. Kedua ulama ini merupakan tokoh dari paham Ahlus Sunnah Aljamaah.
Persoalan-persoalan politik di atas, kemudian melahrkan beberapa aliran-aliran kalam, yaitu Syi’ah, Khawarij, Murjiah, Qadariah, Jabariah, Mu’tazilah, dan Ahli Sunnah Waljama’ah yang akan dibahas kelompok berikutnya (ErwinMahrus dan Moh. Haitami Salim, 2008: 100-101)
2) Pengaruh Filsafat
Dua abad semenjak Rasulullah SAW wafat, filsafat Yunani lebih dikenal oleh umat Islam dan para ulama melihat ada segi-segi positif dari filsafat itu yang dianggap dapat ,enunjang pembinaan dan pengembangan ajaran Islam dan sekaligus merupakan alat untuk memperluas wilayah umat Islam.
Umat Islam mulai tertarik dengan filsafat dan memusatkan perhatiannya- terutama ulama-ulama yang agak rasional- untuk menggunakan filsafat dalam mempertahankan atau memperkuat aqidah.
Perkenalan umat Islam dengan kebudayaan dan peradaban luar terutama yang berkaitan dengan filsafat ketuhanan, ditunjang pula dengan kemenangan umat Islam mempelajari pengetahuan, sistem berfikir dan filsafat mereka. Saat itu pula pengaruh-pengaruh kebudayaan dan peradaban asing mulai meresap dalam tubuh umat Islam (ErwinMahrus dan Moh. Haitami Salim, 2008: 116-117)
3) Pengaruh Perbedaan Pemahaman Terhadap Ayat-ayat Al-Qur’an
Faktor lain yang berkaitan dengan pemahaman ayat Al-Qur’an ialah kadar pengetahuan dan penghayatan umat Islam terhadap nash agama yang kelihatan bertentangan, sehingga terjadilah penafsiran Al-Qur,an dan Hadits yang berbeda antara ulama yang satu dengan yang lain (ErwinMahrus dan Moh. Haitami Salim, 2008: 118)
E. SEJARAH KEMUNCULAN DAN PERKEMBANGAN ILMU KALAM
1) Sejarah Kemunculan Ilmu Kalam
Pertama kali ilmu kalam mulai dirintis oleh Abu hasim dan diperkenalkan oleh Ibn Hasan bin Muhammad bin Hanafiah. Menurut Harun Nasution, kemunculan persoalan kalam dipicu oleh persoalan politik yang menyangkut peristiwa pembunuhan Ustman bin Affan yang berbuntut pada penolakan Muawwiyah dan Ali bin Abi Thalib mengkristal menjadi Perang Siffin yang berakhir dengan keputusan tahkim (arbitrase). Sikap Ali yang menerima tipu muslihat Amr bin Al-Ash, utusan dari pihak Muawwiyah dalam tahkim, sungguhpun dalam keadaan terpaksa, tidak disetujui oleh sebagian tentaranya. Mereka berpendapat bahwa persoalan yang terjadi saat itu tidak dapat diputuskan melalui tahkim. Putusan hanya datang dari Allah dengan kembali kepada hukum-hukum yang ada dalam Al-Quran. La Hukma Illa Lillah (tiada hukum selain dari hukum Allah) atau La Hukma Illa Allah (tiada perantara selain Allah) menjadi semboyan mereka. Mereka memandang Ali bin Abi Thalib telah berbuat salah, sehingga mereka meninggalkan barisannya. Dalam Sejarah Islam mereka terkenal dengan nama Khawarij, yaitu orang yang keluar dan memisahkan diri atau Secerders.
Harun lebih lanjut melihat bahwa persoalan Kalam yang pertama kali muncul adalah persoalan siapa yang kafir dan siapa yang bukan kafir. Dalam arti siapa yang telah keluar dari Islam dan siapa yang masih tetapdalam Islam. Khawarij sebagaimana yang telah disebutkan bahwa memandang bahwa orang-orang yang terlibat dalam peristiwa tahkim, yakni Ali, Muawwiyah, Amr bin Al-Ash, Abu Musa Al-Asy’ari. Adalah kafir berdasarkan firman Allah pada surat Al-Maidah ayat 44.
1) Persoalan ini telah menimbulkan tiga aliran teologi umum dalam Islam yaitu,
Aliran Khawarij, menegaskan bahwa orang yang berdosa besar adalah kafir, dalam arti telah keluar dari Islam (murtad) dan wajib dibunuh.
2) Aliran Murji’ah, menegaskan bahwa orang yang berbuat dosa besar masih tetap mukmin dan bukan kafir. Adapun dosa yang dilakukannya, hal terserah kepada Allah untuk mengampuni atau menghukumnya.
3) Aliran Mu’tazilah, yang tidak menerima kedua pendapat diatas. Bagi mereka, orang yang berdosa besar bukan kafir dan bukan mukmin. Mereka mengambil posisi antara mukmin dan kafir yang dalam bahasa Arabnya terkenal dengan istilah Al-Manzilah Manzilatain (posisi diantara dua posisi).
Dalam Islam, timbul pula dua aliran teologi yang terkenal dengan nama Qadariah dan Jabariah. Menurut Qadariah manusia memiliki kemerdekaan dalam kehendak dan perbuatannya. Adapun Jabariah berpendapat sebaliknya bahwa manusia tidak memiliki kemerdekaan dalam kehendak dalam perbuatannya.
(www.RahmatFauza,ZuriRizkiZias&ZahrulFaizin.w4kg3ng.co.cc/26/10/2009).
2) Perkembangan Ilmu Kalam
Perkembangan Ilmu Kalam sejalan dengan perkembangan Islam dan dipengaruhi oleh perkembangan jalan pikiran dan keadaan umat Islam.


Ilmu Kalam telah melalui beberapa masa yaitu:
a) Masa Rasulullah SAW
Masa ini adalah masa menyusun peraturan-peraturan, menetapkan pokok-pokok akidah, menyatukan umat Islam dan membangun kedaulatan Islam.
Masa ini para muslim kembali kepada Rasulullah sendiri untuk mengetahui dasar-dasar agama dan hokum-hukum syari’ah. Mereka disinari oleh Nur wahyu dan petunjuk-petunjuk Al-Qur’an. Rasulullah menjauhkan para umat dari segala hal yang menimbulkan perpecahan dan perbedaan pendapat. Dan tidaklah diragui oleh siapa juapun bahwasanya perdebatan dalam masalah akidah adalah sebab utama perpecahan perbedaan pendapat. Orang senantiasa berusaha mempertahankan pahamnya dengan mempergunakan dalil-dalil yang dapat digunakan (Teungku Muhammad Hasbi Ash Shiddieqy, 2001: 4)
b) Masa Khulafa Rasyidin
Setelah Rasulullah wafat, dalam masa khalifah pertama dan kedua, umat Islam tidak sempat membahas dasar-dasar akidah, karena mereka sibuk menghadapi musuh dan berusaha mempertahankan kesatuan dan persatuan.
Dimasa khalifah ketiga akibat terjadi kekacauan politik yang diakhiri dengan terbunuhnya Utsman, umat Islam terpecah dalam beberapa golongan dan partai, barulah masing-masing partai dan golongan-golongan itu berusaha mempertahankan pendiriannya dengan perkataan dan usaha, dan terjadilah perbuatan riwayat-riwayat palsu (Teungku Muhammad Hasbi Ash Shiddieqy, 2001: 8)
c) Masa BaniUmayyah
Setelah usaha-usaha mempertahankan kedaulatan islam mulai kendur dan terbuka masa untuk memikirkan hukum-hukum agama dan dasar-dasar aqidah, serta masuknya pemeluk-pemeluk agama lain ke dalam Islam yang jiwanya tetap dipengaruhi oleh unsur-unsur agama yang telah mereka tinggalkan lahirnya kebebasan berbicara tentang masalah-masalah yang tidak pernah dibahas oleh ulama salaf
Pada masa ini juga baru muncul (disusun) kitab pegangan dalam Ilmu Kalam. Diantara kitab-kitab yang disusun adalah Kitabut Tauhid, Kitabul Manilati Bainal Manzilataini, dan Kitab Al Futuya yang menurut uraian Al Maqrizi kitab ini disusun oleh Wasil ibn Atha’ (Teungku Muhammad Hasbi Ash Shiddieqy, 2001: 9-11).
d) Masa Bani Abbas
Dalam Nabi Abbas, hubungan pergaulan antara bangsa-bangsa Ajam dengan bangsa Arab semakin erat dan berkembanglah ilmu dan kebudayaan. Karena perkembangan ini terjadilah pergerakan ilmiah yaitu menterjemahkan kitab-kitabfilsafat dari bahasa yunani. Yang berperan disini adalah orang-orang Persia yang telah memeluk agama Islam. Sedangkan orang-orang Yahudi dan Nasrani menjadi pegawai negeri (Teungku Muhammad Hasbi Ash Shiddieqy, 2001: 11)
e) Masa Pasca Bani Abbas
Sesudah masa Bani Abbas datanglah pengikut Al-Asy’ariah yang terlalu menceburkan dirinya ke dalam falsafah dan mencampurkan mantiq dan lain-lain, kemudian dicampukan dengan Ilmu Kalam sebagaimana yang dilakukan oleh Al-Badlawi dalam kitabnya Ath-Thawali dan Abuddin Al-Ijy dalam kitab Al-Mawaqif.
Al-Asy’ariah menggunakan mazhab Hambaliah dan berkembang sangat pesat hingga tak ada lagi mazhab yang menyalahinya selain mazhab Hambaliah. Tetapi ada seorang ulama yang menentang golongan Asy’ariah yaitu Taqiyuddin Ibnu Taimiah yang lahir pada abad ke-8 Hijriah di Damaskus. Ibnu Taimiyah membela Mazhab salaf (sahabat Nabi, Tabi’in, dan imam-imam Mujtahidin). Ada yang menerima pendapat Ibnu Taimiyah dengan sejujur hati dan ada juga berpendapat Ibnu Taimiyah itu orang sesat, sehingga terjadilah pro dan kontra.
Jalan yang ditempuh oleh Ibnu Taimiyah ini dilanjutkan oleh seorang muridnya yang termuka, yaitu Ibnu Qayyimil Jauziah. Semenjak Ibnu Qayyimil Jauziah menggantikan Ibnu Taimiyah mulailah lenyap daya kretif untuk mempelajari Ilmu Kalam. Setelah sekian lama lenyap ada gerakan yang mendapat keberkatan dari Allah, ialah gerakan Al-Imam Muhammad Abduh dan gurunya Jmaluddin Al-Afgani dan kemudian dilanjutkan oleh As-Said Rasyid Ridla.
Usaha yang dilakukan gerakan ini adalah membangun kembali ilmu-ilmu agama dan timbullah jiwa baru yang cendrung untuk mempelajari kitab-kitab Ibnu Taimiyah. Anggota-anggota gerakan ini dinamakan Salafiah (Teungku Muhammad Hasbi Ash Shiddieqy, 2001: 16-17).
Sampai sekarang ilmu kalam disosialisasikan melalui tiga jalur, yaitu:
1) Formal
Sekarang di sekolah-sekolah banyak kita temukan pelajaran yang membahas tentang ilmu kalam, walaupun hanya bentuk umumnya saja. Pelajaran ini dapat kita temukan di sekola-sekolah SMA dan MA khusunya di kelas XI.
2) Informal
Jika di sekolah-sekolah SMA dan MA kita temukan dalam bentuk umum saja, tetapi disini kita temukan dalam bentuk khusus. Seperti yang di pelajari di pondok pesantren di seluruh Indonesia khusunya di Pondok Pesantren Darussalam Sengkubang, Pondok Pesantren Darussalam Al-Falah di Sungai Kunyit, Pondok Pesantren Al-Khairiyah dan lain-lain.
3) Nonformal
Selain di jalur formal dan informal banyak juga kita temukan pembahasan ilmu kalam di jalur nonformal seperti pada majlis-majlis, pengajian-pengajian bapak-bapak dan ibu-ibu. Seperti yang dilakukan bapak-bapak dan ibu-ibu di Desa Sungai bundung(Dusun 700 dan Dusun Sungai), Desa Bukit batu (Dusun Serai Wangi dan Dusun Karya Utama), Desa Sungai Jaga, Desa Sungai Kunyit masih banyak lagi di Desa-desa lain. Yang saya ketahui Desa Sungai Bundung pematerinya adalah Ustadz Murtadho, Ustadz Muslim, Ustadz Khalil dan lain-lain. Sedangkan di Desa Sungai Jaga Ustadz Abdul Amin.

















PENUTUP
1. KESIMPULAN
Ilmu Kalam dikenal juga dengan nama lain theologi, Ilmu Ushuluddin; ‘ilmu tauhid dan fiqh al-akbar’. Theologi berarti ilmu ketuhanan, yakni cabang ilmu yang mempelajari segala sesuatu menganai Tuhan dan ajarannya. Sebenarnya teologi berbeda dengan Ilmu Kalam. Teologi hanya dikenal di dunia Kristen yang dihubungkan dengan ilmu agama secara keseluruhan. Teologi disebut sebagai “ilmu Tuhan,” ilmu segala sesuatu yang berkaitan dengan Tuhan. Maka dalam tradisi Kristen, teologi berbicara tentang berbagai masalah yang menyangkut dengan agama, termasuk di dalamnya bagaimana mengatur masyarakat, menafsirkan bible, dan aspek mistik dalam agama. Sementara dalam tradisi Islam persoalan hukum dan tafsir serta mistik dipelajari terpisah dalam fiqh, tafsir dan tasawuf. Sementara ilmu tentang Tuhan sendiri dalam Islam dipelajari dalam Ilmu Kalam. Namun demikian, untuk menyederhanakan, dalam tulisan ini yang dimaksud dengan teologi adalah Ilmu Kalam itu sendiri.
Sumber-sumber Ilmu Kalam adalah sebagai berikut :
1. Sumber langsung
a. Al-Qur’an
b. Hadits
2. Sumber tidak langsung
a. Pemikiran Manusia
b. Insting
Menurut Harun Nasution, kemunculan persoalan kalam dipicu oleh persoalan politik yang menyangkut peristiwa pembunuhan Ustman bin Affan yang berbuntut pada penolakan Muawwiyah dan Ali bin Abi Thalib mengkristal menjadi Perang Siffin yang berakhir dengan keputusan tahkim (arbitrase). Sikap Ali yang menerima tipu muslihat Amr bin Al-Ash, utusan dari pihak Muawwiyah dalam tahkim, sungguhpun dalam keadaan terpaksa, tidak disetujui oleh sebagian tentaranya. Mereka berpendapat bahwa persoalan yang terjadi saat itu tidak dapat diputuskan melalui tahkim. Putusan hanya datang dari Allah dengan kembali kepada hukum-hukum yang ada dalam Al-Quran. La Hukma Illa Lillah (tiada hukum selain dari hukum Allah) atau La Hukma Illa Allah (tiada perantara selain Allah) menjadi semboyan mereka.
Perkembangan Ilmu Kalam sejalan dengan perkembangan Islam dan dipengaruhi oleh perkembangan jalan pikiran dan keadaan umat Islam. Perkembangan juga mempunyai beberapa masa, yaitu masa Rasulullah SAW, masa Khulafa Rasyidin, masa Bani Umayyah, masa Bani Abbas, dan masa Pasca Bani Abbas.
Sekarang Ilmu Kalam disosialisaiskan melalui tiga Jalur, yaitu:
1) Formal
2) Informal
3) Nonformal
2. SARAN
Diharapkan kepada seluruh mahasiswa pada umumnya. Dan pada mahasiswa/i semester tiga pada khususnya. Agar lebih belajar dengan giat tentang Ilmu Kalam supaya kita lebih memahami Ilmu Kalam yang pada makalah ini dititik beratkan pada Sejarah Munculnya Ilmu Kalam dalam Islam.






DAFTAR PUSTAKA

Adeng Mushtar Ghazali. 2005. Perkembangan Ilmu Kalam dari Klasik Hingga Modern. Bandung: Pustaka Setia
Erwin Mahrus & Moh. Haitami Salim. 2008. Pengantar Studi Islam. Pontianak: STAIN Pontianak Press
Teungku Muhammad Hasbi Ash Shiddieqy. 2001. Sejarah & Pengantar Ilmu Tauhid/ Kalam. Semarang: Pustaka Rizki Putra
http://RahmatFauza,ZuriRizkiZias&ZahrulFaizin.w4kg3ng.co.cc/26/10/2009/pengertian-sumber-dan-sejarah-ilmu